Daily lifeurban malang

Ngopi Edisi Masa Tenang, catatan Agus Achmad Saikhu

Tanggal 10 – 13 Februari 2024 ini disebut, hari atau masa tenang. Disebut masa tenang karena masa kampanye Pemilu tahun 2024 sudah berakhir. Masa tenang tidak ada lagi hiruk pikuk kampanye pencalonan presiden dan wakilnya, begitu juga pencalonan anggota DPR, DPRD dan DPD RI. Semuanya harus tenang. Tidak ada lagi propaganda dan agitasi politik. Alat Peraga Kampanye (APK) juga harus dibersihkan dari semua area publik. Selanjutnya serahkan kepada warga masyarakat (Rakyat) Indonesia selaku pemegang kedaulatan untuk menentukan pilihannya pada 14 Februari 2024. Masa tenang, kita bikin suasana yang menenangkan. Saatnya kita “ngopi,” sambil menimbang-nimbang mau pilih yang mana pada hari pencoblosan itu.

“Ngopi” bukan hanya bermakna minum wedang kopi. Tapi “ngopi” di sini adalah dimaknai Ngolah Pikiran. Sedangkan ngolah pikiran adalah bentuk lain dari refleksi. Dalam konteks PEMILU, masa tenang ini adalah bisa disebut juga bermuhasabah ketika akan menghadapi suatu pilihan kepemimpinan pemerintah dan negara untuk masa lima tahun mendatang.
Ketika kita lebih memilih untuk mengolah pikiran saat menghadapi kenyataan hasil Pemilu nantinya, maka sesungguhnya kita telah berada pada jalur menerima kenyataan, sepahit apapun hasilnya. Karena, berbicara tentang kompetisi, pasti ada yang menang, dan ada yang kalah.

Lalu apa yang diolah dari pikiran ? Salah satunya dengan mencoba untuk berfikir mencari hal-hal yang positif, ketika yang kita jagokan mengalami kekalahan. Kita telusuri ke belakang, pastilah ada sisi-sisi baiknya. Mencari sisi-sisi baik inilah bagian dari “ngopi” : Ngolah Pikiran.

Jangankan berkompetisi untuk mencari kemenangan, dalam hidup bersosialisasi sehari-hari dengan orang lain saja, sesunguhnya kita juga dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, memilih untuk mencari yang ideal (sempurna) dari pada yang lain. Kedua, memilih untuk selalu lapang dada dalam menerima kekurangan dari yang lain. Dua pilihan ini, akan berbeda pada proses dan hasilnya. Mari kita amati dengan seksama :

Untuk pilihan pertama, prosesnya akan minim dalam mengolah pikiran. Juga minim dalam mengolah rasa. Karena yang dicari adalah sisi-sisi ideal atau sesuatu yang sempurna. Dan hasilnya, orang yang memilih cara ini, yang dia rasakan adalah kekecewaan demi kekecewaan. Kemarahan demi kemarahan. Sulit untuk berlapang dada. Sulit untuk bertenggang rasa, serta sulit untuk memaafkan yang lain.

Jika yang dipilih yang kedua, maka otomatis akan mengolah pikirannya. Pikirannya akan diolah, untuk merasionalisasi mengapa harus menerima kelemahan yang lain. Pikirannya diolah, untuk mencari sisi-sisi baik setiap orang dibalik kelemahan-kelemahannya. Jika sisi-sisi baik sudah ditemukan, maka inilah yang ditonjolkan, dengan melupakan kelemahannya.

Dalam kontestasi kampanye Pemilu yang baru saja kita alami bersama, baik itu lewat medsos, televisi, dan kampanye terbuka, kita mungkin menjumpai ada orang yang sulit sekali memaafkan kontestan lain jika terpojok dalam perdebatannya. Dia begitu dendamnya, sehingga rasa dendam itu begitu mendarah daging, menyatu dalam tubuhnya. Orang yang seperti ini, adalah orang yang jarang “ngopi.”

Kalau dia sering “ngopi,” maka dia akan sampai pada satu filosofi hidup, bahwa semua yang terjadi pada kita, apakah itu yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan, apakah kita disakiti atau disenangkan orang. Yang bikin semua itu bisa terjadi, semata-mata karena kehendak Allah SWT. Ketika Allah bikin kejadian yang tidak menyenangkan buat kita, kemudian kita mau “ngopi,” maka sesugguhnya Allah sedang menguji kita. Artinya, kita diuji dengan sesuatu yang tidak menyenangkan. Dengan ujian itu, kita bisa lulus atau tidak.

Jadi, mari kita sering-sering “ngopi” : Ngolah Pikiran. Agar menjadi pribadi yang bijak..*)

*)AGUS ACHMAD SAIKHU

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?