Art and Culturemaestro

Patung Buto, karya heroik Suderi Seniman Kota Malang yang terlupakan.

Saat ini mungkin tidak banyak warga Kota Malang yang mengenal sosok seniman ini. Namun semua warga kota tentu mengetahui keberadaan patung raksasa di depan Stasiun kotabaru Malang. Iyalah Suderi seorang seniman serba bisa yang mempunyai karya monumental sekaligus heroik. Karyanya menjadikan gambaran inspirasi perjuangan rakyat Malang ketika jaman penjajahan. Bisa jadi dengan relief yang menjadi karyanya, warga kota dapat mengetahui semangat perjuangan kala mempertahankan kemerdekaan. Memang sering kita tak mengetahui nama seorang pembuatnya bakan seringkali terkesan dilupakan namun tidak dengan Hasil karyanya yang monumental.

Suderi adalah sosok seniman yang dimaksud, yaitu seorang pelukis sekaligus pematung serba bisa. Banyak karya lukisnya yang bertebaran di Bali, Bandung, Jakarta dan Surabaya. Biasanya karya yang diminati para kolektor berupa lukisan dan sketch. Suderi adalah pelukis dengan aliran impresionis dengan guratan yg kuat dan berkarakter. Karya lukisannya banyak menggambarkan kehidupan tradisional, seni budaya tradisi, suasana pasar beserta keramaiannya menjadi tema kesukaannya.

Karya monumentalnya adalah patung raksasa depan Stasiun kereta api Kotabaru Malang. Beberapa pemandu wisata sering memplesetkan perwujudan patung raksasa tadi dalam istilah “Buto Leyeh-leyeh”. Sebenarnya hal ini bisa dipahami karena secara visual patung raksasa yang dia buat yaitu sosok raksasa yang tumbang atau jare arek malang, posisi dlosor. Sehingga hal ini mengisyaratkan perlu adanya sosialisasi atas keberadaan dan makna Patung Raksasa tersebut dibangun. Dia bersama anak-anaknya membuat karya monumental tersebut atas tugas dari Walikota Sugiyono pada tahun 1976. Pembuatan patung yang menggambarkan perjuangan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Patung monumen itu mempunyai nama resmi yaitu Monumen Juang 45, sedangkan masyarakat mengenal sebagai Patung buto sebagai sebutannya. Perencana proyek monumen tersebut adalah almarhun Efendi, seniman Almarhum Arbun dan Pak Sukri, atas penuturan Simbah Bambang ACPM. Sukri sendiri sempat menunjukan foto berupa gambar dummy -replika monumen perjuangan itu yang terbuat bambu. Ada juga relief yang dibuat sesuai perencanaannya.

Selain membuat patung raksasa tersebut sebelumnya Suderi diajak oleh pematung Aboen untuk juga terlibat dalam pembangunan patung Selamat Datang di dekat jembatan Kali Mewek pada tahu 1974. Selain itu juga berbagai relief di instansi militer seperti di Kodim, Museum Brawijaya, Markas Lanal, Museum Mpu Purwa dan sebagainya. Dan selanjutnya dia membantu proses renovasi dan pemeliharaan patung Ken Dedes, Patung kemanggulan TNI- Rakyat di Rampal serta patung Hamid Rusdi dan Panglima Besar Sudirman.

Suderi adalah pelukis asal Kotalama Malang yang dilahirkan pada tahun 1942. Dia memiliki 4 orang anak yaitu Agung, Endang, Wawan dan Hendro. Darah seninya mengalir pada keempat anaknya. Wawanlah yang paling kental sebagai pelukis, sedangkan Agung anak pertamanya lebih pada melakukan tugas dilapangan untuk pembuatan relief, taman dan sebagainya. Termasuk juga anak ragilnya yaitu Hendro yang benayak menggunakan digital untuk mewujudkan sketch ayahnya. Selain sebagai pelukis atau pematung, Suderi juga seorang pemain Wayang Orang yang biasa tampil di gedung Flora sejak tahun 1970an hingga tutupnya gedung pertunjukan Flora di daerah Kudusan kelurahan Sukoharjo Klojen Malang. Atas kemahirannya menari ini menurun ke putrinya Endang yang mahir menarikan tarian klasik gaya gagahan dan lainnya.

Dia juga sempat mengenyam pendidikan di ITB Bandung dan ISI Yogyakarta. Selama di Bandung untuk menyambung hidup dengan mengais rejeki, ia membuat lukisan payung sunda sebagai penopang biaya hidup. Ia juga sempat mondok di tempat Hendra Gunawan pelukis kenamaan sebagai cantriknya. Hal itu dimaknai semacam tranfer pemgetahuan bagi Suderi, karakter hendra Gunawan juga mempengaruhi gayanya dikemudian hari.

Dalam perjalanan kehidupan berkesenian ia pernah mendapatkan support untuk mengadakan Pameran tunggal. Tercatat yang pernah dilakukan adalah pameran tunggal pada tahun 1990an di DKS Kayon Surabaya. Pameran dilaksanakan kerjasama dengan bantuan Hermawan salah seorang petinggi PT. Bentoel Malang saat itu. Kegiatan berpameran tunggal diselenggarakan selama 2 minggu penuh. Dalam pameran tunggal itu dihadiri Dibyo (seniman dari Lamongan) dan Lim Keng (seniman lukisan Tionghoa dari Surabaya). Sebagian besar karya yang dipamerkan adalah karyanya berupa sketch. Memang bagi rekan sejawatnya, Suderi dikenal sangat kuat karakter sktech nya. Goresannya berat dan berkarakter. Beby Antonios seniman Sketch dari Jakarta yang sering mengajak pameran bersama mengatakan bahwa Suderi punya corak pelukis sktech dengan goresan mirip gaya china limafong.

Selama berkesenian Suderi juga banyak terlibat pada pameran-pameran yang dilakukan oleh ACPM bersama Simbah dkk. Ataupun bersama Sudibyo dengan komunitas Malangsukonya. Rekan sejawatnya mengenal Suderi sebagai seniman yang terbuka dan tidak terkotak-kotak. Dia akrab dengan seniman seperti sholeh Tumpang, Sadikin Pard, Sunaryo dan lainya.

karya terakhir Suderi yang belum sempurna

Karyanya pernah dibeli kolektor pada tahun 2014 untuk lukisan ukuran 40x 40 cm dengan harga yang fantastis saat itu. Yaitu lukisan bergambar potrait menampilkan wajah seornag gadis desa yang terlihat tradisional. Suderi punya langganan toko untuk memenuhi kebutuhan lukisannya yaitu di Toko Pasifik dan Toko Makmur. Di tahun 2007 lukisan jaran Kepang dengan backgroup pertunjukan rakyat laku dibeli kolektor Bali juga dengan harga yang membuat dia dan keluarga tersenyum. Seperti juga pelukis lainnya Suderi memiliki karakter khas seperti Iwan Widodo (kayutangan), Jihan dan hendra Gunawan.

Diakhir kehidupannyakKadangkala untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dia sering membarter sketch atau lukisannya dengan barang-barang antik yang lebih mudah untuk dijual. Dia adakah seniman yang sangat sederhana, kadang kala dia melukis dengan kaos oblong pembagian dari partai politik. Hingga akhir hayatnya dia tidak memiliki rumah pribadi, hidupnya ibarat burung yang terbang kesana kemari. Kini Suderi sudah tiada, dia meninggalkan sejawat dan keluarganya sejak 4 Juni 2021, namun karyanya tetap abadi hingga kini. (Aboe)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?