Masih tentang fenomena Bangkitnya kesenian Banthengan dan “Hama penyertanya”, catatan Siswanto Galuh Aji
Rahayu..
Dulu pada masa kecil saya kesenian BANTHENGAN sangatlah terkenal dan membumi ditempat saya dilahirkan Kota Batu, sehingga menjadi hiburan pengisi hajatan masyarakat, dan menjadi kesenian wajib pada saat ada peringatan peringatan hari besar negara, khususnya pada saat Agustusan.
Dulu pada saat kecil saya, kesenian BANTHENGAN itu identik kesenian Pencak yang kemudian ter”roundown” sedemikian rupa sehingga menjadi sajian sedemikian menarik, karena sebagai puncak rangkaian sajian maka otomatis sajian BANTHENGAN sangatlah ditunggu-tunggu karena kompleksitas pada kekhasan tampilan kesenian BANTHENGAN..
Seiring dengan rotasi peradaban yang itu juga diikuti dengan perubahan dan perkembangan, pencak dan banthengan juga tetwanai dengan perubahan karena efek perkembangan peradaban itu sendiri. Nah…, ini yang harus kita sadari.
Lalu apa yang harus kita sadari,
1. Sadar bahwa perkembangan beradaban akan mempengaruhi perkembangan Budaya, dan otomatis seni sebagai produk budaya juga akan terkontaminasi.
2. Sadar bahwa budaya itu punya pakem yang tidak bisa dirubah. Agar dalam mengikuti perkembangan peradaban kita tetap dalam koridor budaya sebagai identitas suatu bangsa.
3. Sadar bahwa manusia yang hidup dalam dualisme keadaan rasa, benar dan salah, baik dan, suka dan tidak suka… Maka pertimbangan pada kecondongan rasa termaksud juga sangat menentukan kemana arah kita selanjutnya, sukai yang baik dan benar menurut tata kehidupan yang berdasar pada keadilungan budaya Jawa
4. Sadar bahwa diperlukan kebimbangan logika dan logistik dalam menjalankan semua dalam menjalan seni sebagai salah satu element aplikasi budaya (Jawa)
5. Sadar akan segala bentuk kesadaran prilaku yang disadari dari dasar budaya itu sendiri.
Nah, dasar-dasar kesadaran pijakan pada rel tatanan, tuntunan, dan pranatan budaya inilah yang kemudian jadi tampar (tali) KELUAN bagi para pembantheng-pembanthenh sejati dalam menerapkan nilai-nilai keadilungan seni banthengan sebagai salah satu komponen aplikasi kebudayaan.
Lalu bagai mana dengan pem-MBEROT.. ah entahlah, yang saya ketahui, arti kata mberot adalah prilaku dari banteng, sapi, kerbau yang ingin lepas dari tampar KELUAN untuk kemudian “MBEDHAL LARAT’ dari kandangnya.
Jadi jelaskan mana yang pembantheng dan mana yang pemberot…lalu untuk apa kita ributkan, toh sudah jelas dimana perbedaannya… Biarkan hukum kelayakan dan kepantasan yang mengadilinya.. insya Allah gak lama kok…
Lagian tananam apai yang tumbuhnya tidak disertai hama….?
Rahayu…
Salam Budaya..