Antara Batheng(an) ber-kelu-an dan Bantheng(an) mberot, catatan Siswanto Galuh Aji
Rahayu…
Disini kita tak membicarakan Bantheng yang asli, tapi saya sedang bicara tentang Bantheng secara sajian seni sebagai wujud sajian dari hasil pemahaman budaya.
Dalam seni banthengan yang diawali dengan suguhan seni pencak silat ini memuat banyak saluka atau sanepan (perumpamaan) dari “NGELMU URIP”.
Dalam Banthengan yang merupakan simbol kekuatan fikiran selalu identik dengan Macanan sebagai simbol dari kekuasaan, Bedhesan yang merupakan simbolisasi dari kerakusan dan Merakan yang merupakan perumpamaan dari keindahan, kempat keinginan ini ada dalam diri manusia.
Ok kita fokus dulu pada banthengan, dimana disitu ada kepala Bantheng, kain pembungkus dan dua orang yang memerankanya
1. Kepala Bantheng adalah simbolisasi dari kekuatan pikiran, atau manusia yang mengadalkan kekuatan akal dan pikirannya yang digambarkan pada ketajaman dan kekokohan tanduknya. Tajamnya tabduk adalah tajamnya pemikiran, dan kekokohannya adalah simbul dari kekuatan prinsip dalam memegang teguh setiap keputusan.
2. Batheng jika mau menanduk dia akan menunduk dan merunduk artinya dalam setiap tindakan harus tetap mengedepankan sopan santun, dan ketepatan perhitungan antara kebajikan dan kebijakan.
3. Tali KELUAN, adalah kendali yang selalu melekat dikepala melalui hidung, tali artinya “tata aja nganti lali” disebut juga dengan tampar. Berasal dari kata TAMPA (menerima) PARA (siapa saja) yang bermakna siap menerima siapa saja dan apa saja dengan penuh syukur. KELUAN berasal dari kata Kelu yang berarti mengikut atau manut. Hidung atau irung adalah jalan nafas atau atau jalan hidup.yang kemudian bisa kita maknai dengan sikap patuh pada aturan hidup.
4. Tali kekang kiri dan kanan yang dipegang oleh 2 orang Bapa, adalah simbol dari bentuk perhatian, nasihat dan keterlibatan langsung para sesepuh dan pemimpin untuk selalu mengendalikan keseimbangan langkah kehidupan.
5. Dua urang pemain yang ada dalam kain banthengan, adalah simbolis dari dualisme produk kehidupan, antara baik dan buruk, benar dan salah, dan lain sebagainya…
6 warna hitam dan putih adalah simbol dari hitam putihnya kehidupan yang selalu mewarnai perjalanan manusia.
Dulur itulah sedikit pemahaman saya pada maknawiah kesenian Bantengan, mungkin itu masik sangat jauh dari kebenaranya. Atau bisa saja berbeda pemahaman dari apa yang jadi pemikiran dan penarsiran para bapa, suhu atau para bijak. Karena ini hanya pemahaman seorang tukang ngarit belaka.
Beda lagi dengan yang mode MBEROT, karena sudah berhasil MBEROT bahkan mungkin sudah MBEDHAL LARAT’. Nah bisa saya pastikan itu sudah bukan bagian dari seni BANTHENGAN yang masih patuh pada KELUAN aturan yang harus DIPAELU. Agar tetap jadi tontonan yang bisa menjadi sumber dari tuntuntunan kehidupan..
Jadi untuk apa kita pusingkan apa lagi jika sampai tukaran. Jika kita tidak ingin ikutan MBEROT Yan kita harus tetap manut pada tali tatanan, tuntunan dan pranatan sebagai KELUAN yang harus tetap DIPAELU…
Selebihnya BAGIKU BANTHENGANKU dan BAGIMU BANTHENGANMU …selesaikan, toh saya yakin hukum alam akan bergerak pada waktunya…
Rahayu
Saam budaya Nusantara