Seharian bersama Taufik Rahzen di Malang, catatan Agung Buana
Jelang akhir tahun 2024, Kota Malang kehadiran seorang Budayawan terkemuka Indonesia. Dia adalah Taufik Rahzen, yang lahir di Sumbawa dan bertumbuh di daerah Sumba Timur. Sehingga dapat dikatakan bahwa Kota Waigapu Sumba Timur yang indah dan permai ini pernah jadi bagian sejarah hidupnya. Menjelang usia belasan Taufik sempat menghabiskan masa remajanya di kota Suwar-suwir yakni Jember. Ternyata kota Malang juga punya arti tersendiri bagi Taufik. Dimana sejak remaja dia mendambakan untuk dapat melanjutkan pendidikan tingginya di kota berhawa dingin tersebut. Tapi sejarah berkata lain, jiwa mudanya turut membentuk kepribadiannya ketika seorang gadis cantik yang dipujanya berkehendak untuk melanjutkan di Kota Jogyakarta. Sontak saja emosi muda Taufik bergegas merubah arah yakni melanjutkan pendidikan tinggi di kota yang sama.

Taufik Rahzen akhirnya dapat menyelesaikan pendidikan tingginya di Yogyakarta meski tidak sekampus dengan gadis pujaannya kala itu. Sejarah kehidupan pribadinya berubah kembali karena gadis yang dia idamkan untuk kuliah bersama di kampus yang sama pupus harapan. Mereka mengambil jalan masing-masing setelah berada di kota gudeg tersebut. Selanjutnya Taufik sempat menjejakkan kaki di Bandung dan Bali sebagai bagian pencariannya.
Hampir separuh hidupnya Taufik Rahzen dihabiskan dengan menziarahi tempat-tempat suci yang jauh dari tanah airnya. Sebut saja kota-kota peradaban kuno seperti Baghdad di Irak, Yerusalem di Palestina, Katmandu di Tibet, hingga kunjungi Ashram-Ashram di India. Tak lupa dia juga sempat mengunjungi kuil-kuil di kepulauan Jepang, hingga mengkhidmati jejak masa silam yang agung di Athena Yunani. Pendek kata getaran kebudayaan dan peradaban kuno yang membentuk dunia seperti ini menjadi tempat jujugannya. Untuk melengkapi pencariannya terhadap arti budaya dan peradaban.
Kembali menengok perjalanannya ke kota Ponorogo dan Kota Malang di akhir tahun lalu, Taufik Rahzen memiliki kekuatan besar untuk mengawal kedua kota tersebut masuk dalam jaringan UNESCO Creative Cities Network mewakili Indonesia tahun 2025. Beberapa hari di Ponorogo dia menemukan banyak pengalaman dan hal-hal baru terkait pencalonan Ponorogo dengan Folk Art nya. Hingga di Minggu pagi 8 Desember 2024, Taufik Rahzen kembali menjejakan kakinya dari Stasiun Kotabaru Malang. Agenda di Kota Malang pun segera disusun meski bersifat tentatif demi keinginannya membantu kota Malang.

Kehadiran Taufik Rahzen tentu saja menyejukan bagi pelaku seni dan budayawan di Malang Raya khususnya seniman wayang suket Sukardjo atau yang dikenal dengan mbah Djo. Bagi Mbah Djo sendiri Taufik Rahzen adalah teman karib saat bertemu di kongres kebudayaan di Sawangan Bogor beberapa tahun silam. Antusias untuk bertemu Taufik Rahzen ternyata juga menjalar ke teman-teman seniman budayawan lainnya. Sehingga tak pelak sore harinya dijadwalkan untuk bertemu untuk bertukar pikiran bersama sahabat-sahabatnya di Malang.
Setelah berkunjung ke Mason art galery sekedar mengapresiasi karya seniman alumni ISI Yogyakarta, Taufik juga menyempatkan diri berbincang dengan teman perupa yang mengikuti pameran seni rupa bertajuk Her Story About Tea yang diselenggarakan oleh Gemah Ripah dan Empu Gampingan. Karya-karya lukis dan instalasi yang terpajang, hampir semuanya mendapatkan apresiasi darinya. Setelah menikmati karya berkaitan dengan Teh tersebut, diskusi dilanjutkan di Mason tea cafe. Hadir bersamaan dengan hujan turun membasahi kawasan Temenggungan yakni sejumlah seniman dan budayawan. Sebut saja Sam Wahyu Eko pegiat tosan aji, Mbah Sukri seniman lukis, Sam Endik Asto seniman sketsa, Mbak Vita Priyambada penulis dan Filatelis , Sam Budi volunter Donor Darah, dan sejumlah pendengar lainnya.
Banyak hal yang didiskusikan sore itu, namun perhatian kami semua tertuju pada penjelasan Taufik Rahzen mengenai konsep Kalangwan dan kontribusinya bagi peradaban. Seperti diketahui bahwa para pekarya dan pencipta karya juga sering disebut dengan para Kalang. Taufik membagi 3 kategori untuk Kalang yaitu kalang karsa, kalang cipta dan kalang rasa. Sehingga implementasinya bahwa pada setiap masa ada tokoh yang merepresentasikan kaum Kalang ini. Pembicaraan ini menjadi pelengkap teh panas dan hujan disore hari yang tak kunjung mereda. Selanjutnya jelang magrib mengantarkan Taufik Rahzen ke lokasi penginapan yang berada di sebelah utara kota Malang.

Geliat dan kegiatan seni rupa di akhir tahun memang cukup sibuk dan padat. Taufik Rahzen berencana hadir dalam pembukan pameran di Dewan Kesenian Malang. Kebetulan saat itu seniman Malang menyelenggaran pameran seni rupa dalam tajuk Pindah Kamar Tanpa Batas. Setelah akademisi UM DR. Fenny Rochbeind memberi sambutan pembukaan, ternyata Taufik Rahzen pun diminta untuk memberikan apresiasinya. Didampingi Mbah Djo, Taufik menikmati dan mengapressiasi semua karya yang ditampilkan pada gelaran saat itu. Hujan pun masih mengguyuur jalanan kota Malang.
Belum puas berdiskusi sepanjang hari bersama Taufik Rahzen, pasca menghadiri pameran seni di DKM sekelompok seniman budayawan mengeser ruang diskusi ke Huis Jon, sebuah penginapan backpacker tak jauh dari lokasi pameran. Tampak dengan hangat Taufik Rahzen menjamu pikiran dengan Dwi Cahyono arkeolog didampingi Mbah Kardjo beserta istri ning Suli, serta Wahyu Eko pegiat tosan aji serta yang lainnya. Pembicaaraan kembali pada tema kesiapan kota Malang mengemban amanah sebagai wakil Indonesia dalam Unesco Creative Cities Network (UCCN). Berbagai saran masukan pun muncul dari diskusi tersebut hingga memunculkan resolusi Media Art Link Age Next Generation (MALANG). Ide tersebut muncul ditengah gerimis tengah malam yang ditemani kopi jahe hangat dari Huis Jon.
Keesok harinya yakni Senin pagi, Taufik Rahzen kembali mengajak untuk berbincang sembari menikmati makanan pagi di penginapannya. Tentu saja bahasannya lebih pada potensi kota Malang dengan ekonomi kreatif. Tak ketinggalan juga menajamkan kembali konsep Media Art Link Age Next Generation, sebuah penguatan untuk jejaring kota kreatif di creative field Media Arts. Belum selesai diskusi ini segera dilanjutkan kunjungan ke Malang Creative Center. Beberapa anggota komite kreatif kota Malang sudah menunggu sejak pagi. Dalam kesempatan itu hadir sekretaris KEK kota Malang Zialfikar, Taufik Saguanto, Mbah Kadjo, Dwi Cahyono dan tim MCC. Banyak yang dibicangkan, mulai urusan kesenian, kebudayaan hingga ekonomi kreatif. Dan yang menjadi topik pembicaraan hangat adalah Media Art Link Age Network sebagai penerjemahan kontribusi Kota Malang sebagai kota kreatif dunia.

Tak terasa pembicaraan hingga menjelang tengah hari dan Taufik Rahzen musti melanjutkan perjalanan pulang ke Jakarta lagi. Pilihan favoritenya adalah menggunakan kereta api, transportasi masal penuh kenangan. Bisa disadari bila Taufik Rahzen memilih moda satu ini. Mungkin perjalanan ini akan menjadi nostalgianya, bukankah kereta api ini juga singgah di stasiun Tugu Yogyakarta? Wah memang kenangan Yogya bagi Taufik Rahzen adalah bagian dari kilas balik sejarah kehidupannya.
Terima kasih pak Taufik Rahzen telah singgah dan berikan ide-ide cemerlangnya buat Kota Malang.