Restorative Justice dan Sila ke 2 Pancasila, Catatan Junia Cahyanti
Pancasila adalah sebagai dasar negara Indonesia yang artinya sangat luas mencangkup berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara dengan pancasila Indonesia dapat menghadapi tantangan sama dengan tetap menjaga identitas dan nilai-nilai leluhur bangsa. Sila ke-2 “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradap” mengandung nilai-nilai Pengakuan akan martabat manusia yang mana menegaskan setiap manusia memiliki hak dan martabat yang sama. Keadilan hubungan antar manusia, yang menjunjung tinggi keadilan sosial dan tetap berprilaku baik dan adil. Sikap yang beradap, mendahulukan dan mengedepankan kesopanan, etika dan nilai-nilai moral dalam kehidupan di masyarakat yang baik. Empati dan Solidaritas, yang mana wajib kita menumbuhkan rasa kemanusiaan dengan membantu mereka yang membutuhkan dan mendukung kebaikan bersama.Terakhir, penolakan terhadap ketidakadilan dan penindasan, mengutuk keras segala bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia, diskriminasi, dan perbuatan yang tidak manusiawi.
Pengamalan sila kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung nilai kesamaan derajat maupun kewajiban dan hak, cinta mencintai, hormat menghormati, keberanian membela kebenaran dan keadilan, toleransi, dan gotong royong.
Berdasarkan Sila kedua Pancasila tersebut saya mempunyai pengalaman terkait Keadilan dalam restorative justice pada tingkat penuntutanyang pada saat itu, saya ikut serta dalam proses restorative justice dalam perkara tindak pidana pencurian yang melanggar Pasal 362 KUHP.
Pada saat itu saya mengikuti kegiatan restorative justice tersebut di Kantor Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri yang mana salah satu JPU (jaksa penuntut umum) ialah suami saya sendiri. Kegiatan restorative justice tersebut berlangsung sekitar pukul 09.00 – 10.30 WIB. Pada saat itu pelaku harus dijemput terlebih dahulu di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kediri oleh pengawal tahanan Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri. Adapun pihak yang hadir pada kegiatan restorative justice tersebut ialah pelaku dan keluarganya, pihak keluarga korban, tokoh masyarakat, jaksa penuntut umum yang saat itu sebagai fasilitator.
Kegiatan tersebut dibuka dengan memperkenalkan jaksa penuntut umum sebagai fasilitator memberikan arahan terkait proses restorative justice, dan membuka kegiatan tersebut. Jaksa penuntun umum (JPU) menceritakan terkait kronologis perkara tersebut dan memberi kesempatan kepada pelaku untuk meminta maaf kepada korban, dan pelaku bersedia mengganti kerugian yang timbul atas tindak pidana yang dilakukannya. Setelah itu, tokoh masyarakat memberikan nasehat baik kepada pelaku maupun kepada korban baik nasihat secara spiritual. Maupun nasihat dalam hal kebaikan jika kedua belah pihak saling mau memaafkan untuk berdamai dan menyelesaikan perkaranya secara kekeluargaan agar tidak berlanjut ke proses hukum ke persidangan. Saat itu korban, bersedia memaafkan pelaku atas perbuatannya dan korban memberikan syarat kepada pelaku untuk mengembalikan 1 (satu) buah HP Merk Samsung Galaxy S21 ultra 5G warna Phantom Silver tersebut. Atas syarat tersebut, pelaku bersedia mengembalikan HP tersebut dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Dengan demikian, baik kedua belah pihak saling menandatangani surat perdamaian yang sudah disepakati bersama.
Berdasarkan kegiatan restorative justice tersebut saya pribadi dapat memperoleh ilmu yang berkaitan dengan rasa kemanusiaan,dan keadilan. Adapun suka duka saya selama kegiatan restorative justice tersebut yang pertama, saya merasa iba dan kasihan terhadap pelaku karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terpaksa harus melakukan pencurian. Kedua, ternyata di Indonesia masih banyak orang-orang yang kurang mampu dan membutuhkan biaya untuk kehidupan keluarganya. Oleh karena itu, Pemerintah harus memperhatikan kesejahteraan warga negara Indonesia hal itu karena sejalan dengan sila ke-5 yaitu rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mendapatkan kesejahteraan berupa sandang, pangan, dan papan serta pekerjaan yang layak untuk kehidupannya. Ketiga, Saya merasa senang dan bahagia karena pelaku dapat kembali kepada keluarganya dan menafkahi anak istrinya. Disisi lain saya juga bersyukur korban meluaskan hatinya untuk memaafkan pelaku walaupun pelaku telah mencuri barang miliknya.
Atas dasar proses restorative justice di atas dapatlah diambil kesimpulan yang dikaitkan dengan Sila ke-2 Pancasila yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan berdab” menunjukkan keberadaan restorative justice merupakan langkah yang tepat, karena untuk mewujudkan keadilan dan rasa kemanusiaan. Menurut saya, proses restorative justice tersebut harus dilanjutkan mengingat beberapa hal pertama, mengurangi over kapasitas dilembaga pemasyarakatan. Kedua, mengurangi beban kerja aparat penegak hukum yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. Ketiga, sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia, yaitu Pancasila sila ke-2 yang pada pokoknya untuk mewujudkan keadilan bagi warga Indonesia yang didasarkan pada hati nurani dan peri kemanusiaan. Keempat, menitik beratkan pada musyawarah mufakat yang merupakan perwujudan dari sila ke-4 yang dalam hal ini ialah kesepakatan antara korban dan tersangka untuk berdamai.Kelima, pelaku dengan adanya kegiatan restorative justice tersebut tidak mendapatkan hukuman di Lembaga Pemasyarakatan sehingga tidak timbul stigma yang negatif dari masyarakat.
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas PGRI Kanjuruhan Malang