Daily lifeurban malang

Beberapa Kesan Pembaca Buku Balaikota Menulis

Setelah dilaunching pada 1 April 2024 pada upacara Peringatan HUT Kota Malang ke 110, maka selanjutnya pada 19 April 2023 lalu dilaksanakan Bedah buku Balaikota Menulis di gedung MCC jalan A.Yani Malang. Bertindak sebagai narasumber adalah Ir. Budi Fathony, MTA ( dosen arsitek), Dr. Reza Hudiyanto (sejarahwan), Agung H. Buana ( inisiator Balaikota Menulis), Abdul Malik (penulis). Sedangkan Moderator acara adalah Arief Wibisono ( Bison) yang cermat membawakan acara diskusi tersebut. Beberapa pembaca buku Balaikota menulis yang mendapatkan buku sebelumnya memberikan pendapatnya.

apresiasi, photo oleh Nedi putra

Beberapa kesan pembaca buku Balaikota Menulis yang dapat dihimpun adalah sebagai berikut:

Penulisan yang diinisiasi para ASN Kota Malang ini menjadi motivasi bagi kita semua, para pegiat literasi untuk terus menuliskan, mendokumentasikan atau membubuhkan pikiran, angan dan cita cita terkait dengan apapun yang nantinya akan berdampak positif bagi peradaban, khususnya peradaban di Malang sebagai kota literasi. Jejak dalam buku ini kelak akan menjadi penanda bahwa tulisan para Amtenaar ini menjadi penting sebagai parameter bergeliatnya sebuah peradaban yang berbudaya.

Ampri Bayu Saputra (Penggiat Budaya Kemendikbud Ristek).

Sepuluh tahun yang lalu. Saya dan teman-teman Penulis di Surabaya pernah mendeklarasikan Gerakan Literasi Nasional. Sama seperti yang dilakukan oleh teman-teman Penulis ‘Balai Kota Menulis’ kemarin, 19 April 2024. Lantas bagaimana hasilnya?: Begini, perlu kedisiplinan yang tinggi dari para Penulis ( yang rata2 sak enak udele dewe!) Perlu sikap profesionalisme dari para Penulis. Selanjutnya diperlukan penyandang dana untuk menerbitkan buku karya para Penulis. Dilanjutkan dengan komunikasi yang baik di antara para Penulis. Mudah-mudahan yang saya sampaikan ini ada manfaatnya.

Dukut Imam Widodo (penulis buku Malang Tempo Doeloe).

Menyambut 110 tahun Kota Malang, tentu ada harapan yang terbaik untuk kota tercinta ini. Buku “Balaikota Menulis” merupakan perwujudan dari harapan tersebut. Tiga Walikota, satu PJ. Walikota dan segenap jajaran ASN menuangkannya dalam antologi ini. Bagi saya, hal ini merupakan langkah menuju Kota Malang untuk lebih mencintai dan peduli literasi. Jika para pejabat publik memberikan teladan untuk menulis sebagaimana dalam buku ini, maka harapannya adalah masyarakat Malang juga semakin giat dalam pengembangan literasi. Sukses selalu untuk para penulis dan semoga menginspirasi warga Malang layaknya pepatah Jawa “Urip iku Urub”

Satriya (Pegiat Batik motif malangan)

Tingkat peradaban sebuah kota dapat diukur dari seberapa banyak warga yang menulis tentang kota tersebut. Buku Balaikota Menulis 110 Tahun Kota Malang menambah deretan buku yang ditulis oleh warga Kota Malang. Yang mahal dari buku Balaikota Menulis 110 Tahun Kota Malang adalah ide untuk mendokumentasikan ingatan publik. Inilah catatan kami kenapa buku Balaikota Menulis 110 Tahun Kota Malang masuk dalam salah satu buku yang dipamerkan dalam Pameran 110 Buku Paling Berpengaruh di Kota Malang kurun waktu 1914-2024 di Gedung Malang Creative Center lantai 2. Tentu tidak semua hal tuntas ditulis dalam satu buku Balaikota Menulis 110 Tahun Kota Malang. Karenanya penerbitan buku selanjutnya dari Balaikota Menulis 110 Tahun Kota Malang adalah sebuah hal yang patut dirayakan.
Buku Balaikota Menulis 110 Tahun Kota Malang tentu sangat cocok untuk dibeli dalam program Kamis Mbois. Pembelian buku-buku karya penulis Kota Malang, penerbit Kota Malang atau penulis dan penerbit bukan dari Kota Malang namun membahas Kota Malang, tentu menjadi salah satu solusi untuk pergerakan literasi menuju Kota Malang Kota Kreatif Dunia UNESCO 2025.

Abdul Malik (budayawan-penulis)

Kesan-kesan saya terhadap buku Balaikota Menulis bahwa Buku ini lebih sebagai referensi Kota Malang dari sisi sejarahnya. Jika dilihat dari konten² tulisan di dalamnya. Menarik, karena membuka wawasan dengan tulisan² yanh dibuat oleh ASN yang notabene memiliki akses untuk data² penunjangnya. Karena pendekatannya lebih dekat dari sisi sejarah, menurut saya buku ini cukup ‘ringan’ untuk dinikmati berbagai kalangan. Penjabaran dan pembahasan dari Tri Bina Cita, yakni kota pendidikan, industri dan pariwisata yang dirasa masih kurang komprehensip. Ulasan tentang sejarah sumber-sumber mata air dan sungai sebenarnya cukup menarik, namun masih kurang sebagai ‘kritik’ mengapa saat ini justru kerap terjadi banjir. Overall saya menikmati buku ini sebagai pendatang yang akhirnya ber KTP Kota Malang dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini.

Nedi Putra AW (Jurnalis dan photografer)

Sebuah kehormatan bagi saya diberi buku tsb secara simbolis bersama mas Ampri dan mas Satriya. Buku tersebut semacam oase dahaga saya untuk kembali menemukan buku yang kaya muatan tentang Malang dan disampaikan secara bahasa populer yg mudah dipahami semua segmen pembaca. Saat membaca sepintas semalam, buku tsb dapat menjadi pemacu pegiat sejarah, pecinta kota dan siapapun yang gemar menulis untuk mewujudkan karyanya tentang aneka khazanah kota tercinta. Terimakasih dan selamat atas upaya dan kontribusinya terhadap tambahan literasi yang dapat memperkaya rekaman tulis dan kajian sederhana tentang Malang tercinta. Proficiat dan salute.

Cahyana Indra (Pegiat sejarah pemerhati sejarah kereta api)

“Mengajak semua pembaca melihat, membayangkan bahkan mengkomunikasikan sejarah malang dari sisi yg berbeda.
Melihat lebih dekat dan jelas mengenai sudut pandang para penulis (ASN) tentang malang dan sejarahnya yang di dukung penarasian dan terjemahan ala pustaka hidup; sebagaimana suatu sejarah adalah hasil produksi jaman tentang keadaan kota Malang yang tidak terlepas dari Perang dan Penjajahan.”

Buyung Sasono (Advokat).

Kesan Balaikota Menulis, suatu gerakan moral ASN menulis satu langkah maju, bukannya ASN hanya aparatur negara? Bukan itu di Balaikota Menulis membuka cakrawala baru bahwa ASN juga bisa menulis. Buku Balaikota Menulis membuat gairah positif untuk ke depan disetiap kedinasan bisa menulis sesuai bidangnya sehingga pembaca bisa fokus untuk membaca dalam frame bacaan Pemerintah Kota Malang. “Menulislah Dengan Hati- Karyamu Sejarahmu”

Arief Bison Wibisono,S Sos (penulis – inisiator Arema Arsip)

Bagi saya Buku Balaikota Menulis ini merupakan sebuah Buku Pemantik yang mengajak ASN maupun Non ASN untuk Menulis. Berangkat dari Lingkungan Pemkot Malang memberi atmosfer bagi semua untuk Berliterasi. Dari Buku Balaikota Malang kita bisa mengetahui tentang sejarah, wajah dan rona rupa Kota Malang. Buku yang Mbois Ilakes untuk dibaca. Saya berharap dari Buku Balaikota Menulis ini dapat mewujudkan Kota Malang Berliterasi. #Salam Literasi Buku Balaikota Menulis Mbois Ilakes.

Hariyani (pegiat literasi dan sejarah)

Tapi secara keseluruhan saya kira buku seperti ini bagus sih, bisa mewadahi ASN yang hobi menulis baik esai maupun puisi. Karena ya nyuwun sewu, ASN yang hobi menulis itu bisa dihitung dengan jari. Saya malah pengen tempat saya bertugas bikin macam begini. Beberapa tahun lalu sudah ada ide bikin buku sama sesama teman kantor, terkait pengalaman-pengalaman selama tugas. Beneran, buku ini bisa menginspirasi.

Eva Nurma (pegiat sejarah mojokerto)

Demikian beberapa pendapat yang berhasil dihimpun sebagai bagian untuk menggugah rasa berliterasi bagi masyarakat Malang. (djaja)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?