Keadaan Ekstase (Berada Dipuncak Kesadaran Tertinggi), Catatan Nashir Ngeblues
Merasakan keramaian dalam kesendirian dan merasakan kesepian ditengah keramaian adalah sebuah keadaan yang tak ladzim dalam kehidupan keseharian kita.
Sebuah keadaan yang sangat khusus, dimana jiwa menjadi pemeran utamanya. Keadaan semacam itu hanya bisa dirasakan dan dilihat oleh mata hati dan jiwa. Sementara mata rasional yang materialistik takkan pernah mampu merasakan dan melihat keadaan semacam itu.
“Aku melihatmu tadi berada ditengah luapan dan gegap gempita di cafe itu, kamu sempat mengangkat tanganmu ikut meramaikan gempita pesta itu” Kata Rudi padaku, ketika kami bertemu di jalanan.
“Tidak, aku tidak ada di sana, sumpah deh, aku berada entah dimana saat itu, sepertinya jelas kamu telah salah melihat atau mungkin ada orang yang mirip denganku, lalu kau anggap itu aku” jawabku
“Tidak aku tahu dengan mata kepalaku sendiri dan aku yakin itu adalah kamu, kamu berangkat ramai-ramai hadiri acara itu, datang bersama Haris dan teman-teman yang lain” Kata dia dengan mimik serius untuk meyakinkan ku.
“Entahlah mungkin saja aku di situ, tapi kesadaran ingatanku tak mampu membaca apa yang sedang dilakukan oleh tangan, kaki dan anggota tubuhku yang lain. Pikiran, rasa dan jiwaku sedang mengembara, terkadang dia berada di rumah, terkadang dia kunjungi pekuburan atau goa-goa tempat mereka mendiamkan dirinya” jawabku datar.
Dia semakin kebingungan dan tak mengerti dengan apa yang aku ceritakan, sambil mengerutkan dahi dalam kebingungannya itu, dia kembali bertanya.
“Siapa mereka itu ?” Tanyanya
Dia benar-benar terjebak dalam ruang kebingungan.
“Hah ? Mereka siapa yang kau tanyakan itu ?” Jawabku datar sembari kembali mempertanyakan pertanyaan dia.
“Mereka yang kamu ceritakan barusan, mereka yang mendiamkan dirinya di goa-goa itu” jawabnya penuh selidik.
Semakin penasaran dan kebingungan saja dia, apalagi ketika dia memperhatikan mimikku ketika menjawab pertanyaannya seolah tanpa ekspresi.
“Ouw, tidak, aku gak tahu, entahlah. Aku jalan dulu ya, ketemu lagi kita nanti” Sekali lagi aku menjawab dengan datar yang mungkin saja tanpa ekspresi dan itu terasa semakin membingungkannya.
“Hei, kamu sudah berada di kampung rumahmu lho ini” Jawab dia dengan nada ada sedikit penekanan padaku, seolah ingin bangunkanku.
Aku hanya menoleh untuk melihatnya, tapi seolah kosong pandanganku padanya.
Sejatinya aku justru sedang berada di puncak kesadaranku saat itu. Tiba-tiba aku temukan puncak kesadaran ditengah keramaian saat itu. Aku benar-benar menikmati ruang itu, sebuah ruang yang tak pernah bisa di mengerti oleh logika materialistik.
Aku hanya tak ingin di ganggu saja, ketika berada di kondisi yang seperti itu, karena itulah aku jadi seperti orang yang bingung menurutnya ketika aku menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dia ajukan.
“Oke, iya, terima kasih ya !?” Jawabku sekenanya sambil ngeloyor pergi, dan semua yang ada di situ bengong tanpa ada yang mengerti.
Mungkin saja masing-masing dari mereka sudah terbangun banyak pertanyaan dalam otaknya, bisa jadi juga, bahkan mereka sudah merasa kasihan melihatku, karena menganggapku sudah mulai kurang waras.
“Aaah biar sajalah, aku juga tak perlu untuk mereka bisa mengerti koq, mungkin juga tak perlu untuk dimengerti atas apa yang sedang aku rasakan” pikir benakku
“Pada saatnya jika kamu telah berada di ruang seperti yang kurasakan pun, kamu juga pasti akan dianggap membingungkan, tapi sekaligus dirimu merasa tak butuh untuk bisa dimengerti atau tidak” Lanjut pikiran dalam benakku.
Nashir Ngeblues