Makna Langgar Kanjeng Surgi di Pesarean Ki Ageng Gribig Malang
Bertepatan dengan peringatan Tahun Baru 1445 Hijriah di komplek Makam Ki Ageng Gribig Malang, diselenggarakan acara Mbabar Mbubur Suro. Kegiatan ini bertepatan pada Sabtu tanggal 19 Juli 2023. Dalam acara tersebut nampak hadir Drs. Ismail Lutfi, MA, arkeolog akademisi UM, Ir. Budi Fathony, MTA arsitek akademisi ITN, Devi Arif dan Agus Syaikhu pengurus Pokdarwis Kampung Gribig Religi serta Agung H Buana pemerhati sejarah budaya yang juga ASN Pemkot Malang. Bersama peziarah, warga kampung Gribig serta pengurus pegiat Pokdarwis secara seksama duduk bersila di ruang utama Langgar Kanjeng Surgi yang berada di sebelah barat pintu masuk pesarean.
Sambil menunggu proses pembuatan Bubur Suro khas kampung Gribig, diadakan diskusi yang membahas beberapa hal. Salah satu yang menarik perhatian adalah keberadaan dan makna Langgar Kanjeng Surgi Pesarean Ki Ageng Gribig Malang. Dimana langgar atau mushola ini mulai dibangun bulan Januari 2022. Seperti yang diutarakan Agus Saikhu bahwa struktur Langgar Kanjeng Surgi Komplek Makam Ki Ageng Gribig Malang ini ditopang oleh kayu soko. Jumlah kayu soko langgar berjumlah 12 soko guru lengkap dengan umpaknya. Semua biaya pembangunan dan penyediaan material utama yaitu kayu berasal dari para donatur dan peziarah. Pembangunan langgar tersebut awalnya didesain luasan ukuran 6 x 6 meter persegi. Namun atas usulan dan dukungan donatur disediakan 5 m3 (kubik) kayu maka ukuran langgar bertambah luas. “Berkat izin Allah, Langgar ini berdiri dan semakin tampak besar sesuai dengan nuasa komplek Ki Ageng Gribig,” ujarnya.
Sementara itu Budi Fathony yang juga seorang arsitek mengemukakan bahwa langgar Kanjeng Surgi yang berbentuk Limas Tunggal. Hal ini memiliki makna habluminallah yaitu hubungan antara hamba dengan Allah yang Esa (tunggal). Serta tritisan yang melebar disisi kanan kiri mushola ini bermakna habluminnannas yakni hubungan hamba dengan sesama manusia. “Konsep konstruksi praktis Langgar Kanjeng Surgi memberikan kesan ramah dan terbuka,” ujar kakek satu orang cucu ini. Interior langgar pun disesuaikan dengan konsep natural dengan warna kayu. Secara keseluruhan bangunan langgar ini memberikan tambahan fasilitas beribadah di Pesarean Ki Ageng Gribig Malang.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Pokdarwis Kampung Gribig Religi , Devi Arif juga menyampaikan bahwa pemilihan nama langgar/ mushola ini adalah Kanjeng Surgi. Yang bermakna pada penghormatan pada tokoh-tokoh yang dimakamkan di komplek pesarean Ki Ageng Gribig. “Sejak dahulu masyarakat menyebut tokoh-tokoh yang dimakamkan sebagai Kanjeng Surgi,” jelas Devi Arif. Sedangkan tokoh dimaksudkan masyarakat Gribig dengan Kanjeng Surgi adalah eyang Bupati Malang I, eyang Bupati Malang II dan eyang Bupati Malang III. Masyarkat lebih dikenal Bupati Malang III dengan sebutan den Bagus Saputro atau Eyang Sapu Jagad.
Senada dengan penjelasan tersebut, Ismail Lutfi menjelaskan bahwa nama Surgi ini adalah pemendekan kata Suwargi, yaitu sebutan bagi tokoh yang telah meninggal. “Penokohan Kanjeng Surgi ini tidak lepas dari sebutan para tokoh yang dimulyakan dan dimakamkan di komplek Ki Ageng Gribig Malang,” ujar dosen sejarah UM ini. Selain itu dia juga menjelaskan adanya kesamaan nama pada Ki Ageng Gribig yang ada di Jatinom Klaten dengan yang ada di Madyopuro Malang. Kedua tokoh ini berbeda jaman kurang lebih 200 tahun, namun memiliki nama yang sama. “Hal ini menjadi menarik untuk diteliti lebih dalam lagi, namun keduanya adalah para penyebar agama Islam” jelas pria berrambut panjang putih.
Bila di Gribig Jatinom Klaten dikenal dengan tradisi pembagian Apem Yaqowiyu maka di Gribig Malang dengan tradisi Mbubur suro dan Sapar. Selanjutnya Devi Arif juga menyampaikan bahwa kegiatan Mbubur Suro ini adalah event rutin yang menjadi kalender wisata Kampung Gribig Religi. Pada tradisi Mbubur Suro 1445 Hijriah tahun ini juga diselenggarakan arak-arakan bubur dalam gunungan yang berisi takir bubur. Takir adalah seni melipat daun pisang yang digunakan sebagai wadah bubur yang telah dimasak. Kirab bubur Suro ini dilaksanakan melewati wilayah Kelurahan Madyopuro Kecamatan Kedungkandang kecamatan Malang. Kirab diikuti kurang lebih 150 orang baik anak-anak maupun para sesepuh kelurahan.(Djaja)