Magrib di Masjid Jogokariyan, menentramkan hati
Kota Jogyakarta memang punya banyak pesona. Apa ini mungkin Jogya didirikan karena rindu?. Sehingga semua orang akan selalu merasa rindu untuk ke Jogya lagi dan lagi. Kunjungan ke kota gudeg kala ini agaknya berbeda. Mengapa, karena pada saat tiba di Jogya saat menjelang magrib dan kami berada tak jauh dari di masjid legendaris Jogokariyan. Rindu untuk menikmati magrib di masjid Jogokariyan yang kaya akan inovasi buat umat.
Masjid Jogokariyan terletak di kampung Jogokariyan Jogyakarta. Didirikan pada tahun 1966 setelah setahun setelah peristiwa geger ’65. Secara letak masjid ini berada dibagian selatan Jogyakarta ke arah jalan raya Parangtritis. Cukup dekat dengan daerah Prawirotaman, Alun-alun kidul dan destinasi Taman Sari. Di papan petunjuk yang ada di halaman masjid juga terdapat informasi bahwa masjid ini berjarak 12.350 km dari kota Mekkah, 12.080 km dari Kota Madinah dan 12.213 km dari masjidil Al Aqsa. Banyak pemberitaan media bahwa Masjid ini dikenal dengan infaq masjid yang nyaris semua shodaqoh jamaah dikeluarkan semua untuk kemakmuran umat dan masyarakat. Dari Masjid Membangun Umat adalah tagline Masjid Jogokariyan Jogyakarta. Banyak aktivitas yang telah dilakukan oleh takmir masjid. Salah satunya adalah infaq nol rupiah dan manajemen masjid yang modern. Ini semua yang akhirnya menjadi daya tarik untuk kunjungi masjid Jogokariyan.
Kembali pada suasana menjelang magrib di kampung Jogokariyan. Beberapa bis luar kota sibuk memarkirkan kendaraan. Para musyafir yang menjadi jamaah masjid mulai memenuhi halaman masjid. Tak sekedar berphoto sekitar masjid, namun juga memenuhi beberapa gerai toko souvenir khas Jogokariyan. Dan yang paling banyak dicari adalah kupluk atau peci khas Jogokariyan. Pedagang yang mangkal depan masjid pun turut mengais rezeki jelang adzan dikumandangkan. Puas menikmati suasana sekitar masjid maka jamaah pun memenuhi ruang wudhu.
Masjid Jogokariyan memiliki dua lantai yang dapat dipergunakan juga sebagai tambahan ruang sholat sekaligus tempat menginap bagi para musyafir. Masjid ini juga banyak atifitas yang diinisiasi relawan masjid, seperti resik-resik masjid. Ataupun layanan laundry mukena dan sarung buat masjid dan musola. Sungguh ini sebuah inisiasi yang luar biasa ditengah kehidupan masyarakat yang sibuk dengan aktifitas keseharian. Belum lagi terkait dengan layanan ambulance gratis dari relawan untuk aksi kemanusiaan seperti kebencanaan, emergency respon, antar jemput pasien hingga antar pemakaman.
Namun semua itu semakin mengharukan ketika jamaah mulai bersujud di hamparan karpet hijau tua. Karpetnya terasa tebal dan nyaman. Langsung saja tercium bau wangi kemenyan arab di karpetnya. Sungguh tetiba terbayang suasana masjid nabawi di madinah khususnya pada karpet khasnya yang berwarna hijau. Kerinduan ini semakin memuncak ketika selesai sholat, Imam masjid mempersilahkan kepada rombongan untuk melakukan jamaah sholat Isya yang dijamak untuk musyafir dari luar kota. “Sepertinya takmir masjid sangat memahami kebutuhan musyafir, apalagi umat,” ujar Heri seorang jamaah dari Malang yang sedang mengikuti rapat di Jogyakarta.
Mengunjungi masjid Jagokariyan memang sebuah kerinduan, yaitu kerinduan untuk menjadikan masjid sebagai hub atau penghubung umat dengan segala kebutuhannya. Insipirasi indah untuk dapat dilakukan bersama. (Djaja)