ancientArt and Culture

BURUNG GARUDEYA DI CANDI KIDAL KITAB NEGARAKERTAGAMA: PENDARMAAN ANUSOPATI.

Candi Kidal yang terletak di wilayah RT I/RW I, dusun Krajan, desa Kidal, kecamatan Tumpang, kabupaten Malang pertama kali ditemukan pada tahun 1817 oleh Thomas Stamford Raffles, kemudian pada tahun 1867 pemerintah Hindia Belanda melakukan pembersihan kawasan candi Kidal dari pepohonan dan semak belukar yang merupakan kawasan hutan belantara pada saat itu. Pada tahun 1925 pemerintah Hindia Belanda menugaskan De Haan untuk memperbaiki struktur candi Kidal dari bawah sampai atas, kemudian pada tahun 1987 – 1988 dan tahun 1989 – 1990 dilakukan pemugaran kembali struktur candi Kidal oleh Dinas Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur.


Sejarah candi Kidal tidak bisa dilepaskan dari dua kitab, kitab NegaraKertagama karya mpu Prapanca dan kitab Pararaton. Dalam kitab NegaraKertagama mengatakan Anusopati merupakan anak dari Ranggah Rajasa Girinathaputra, pendiri kerajaan Tumapel atau Singosari. Anusopati diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya yakni Tunggul Ametung tahun 1227 Masehi. Anusopati wafat pada tahun 1248 Masehi didarmakan di candi Kidal dan digantikan putranya Wisnuwardhana atau Ranggawuni.
Di kitab Pararaton, kitab Pararaton ditulis pada tahun 1481 – 1600 Masehi. Dikisahkan Anusopati merupakan putra seorang akuwu Tumapel Tunggul Ametung dan Ken Dedes. Anusopati yang masih dalam kandungan Ken Dedes saat ayah kandungnya Tunggul Ametung di bunuh Ken Arok. Setelah lahir, Anusopati diperlakukan tidak baik semasa hidupnya oleh Ken Arok, hingga akhirnya Anusopati mengetahui bahwa dirinya bukan anak kandung Ken Arok, dengan perantara pembantu di bunuhlah Ken Arok dengan keris mpu Gandring pada tahun 1247 Masehi saat perjamuan makan malam. Setelah Ken Arok tewas, Anusopati diangkat menjadi raja Singosari.

Kehidupan Anusopati diliputi kekhawatiran karena ancaman dari anak-anak Ken Arok yang curiga Anusopati membunuh Ken Arok. Hingga akhirnya Tohjaya anak Ken Arok mengajak Anusopati untuk beradu ayam yang merupakan kegemaran Anusopati, saat lengah Anusopati dibunuh oleh Tohjaya dengan keris mpu Gandring juga pada 1171 M, dan Tohjaya diangkat menjadi raja Singosari. Tohjaya tidak bertahan lama, karena kekalahan dari pemberontakan Wisnuwardhana atau Ranggawuni pada tahun 1172 Masehi.

Candi Kidal dibangun oleh Wisnuwardhana atau Ranggawuni pada tarikh 1248 Masehi, pembangunan candi Kidal untuk menghormati ayahnya Anusopati raja ke II Singosari yang di puja sebagai penganut dewa Siwa – Hindu. Candi Kidal berstruktur batu jenis andesit, yang menarik dari candi Kidal adalah fragmen relief yang menceritakan burung Garuda (Lambang negara Indonesia) /=Garudeya, dalam cerita relief difragmenkan Garudeya membebaskan ibunya dari kesengsaraan perbudakan dengan air suci/=tirta amertha, fragmen relief ini salah satu permintaan dari Anusopati kepada Wisnuwardhana putranya yang ingin mendoakan Ken Dedes yang merupakan ibu kandung dari Anusopati.

Seperti yang diungkapkan pemandu sejarah Rudi Aryanto (43), candi Kidal adalah candi yang lengkap ceritanya diantara cerita candi-candi se-Malang raya dari fragmen relief cerita pada candi Kidal yang berlawanan dengan arah jarum jam. “Sayangnya arca Anusopati ada di Belanda. Garudeya dikisahkan dari resi Wiyasa yang memberikan dua butir telur untuk di erami dewi Winata dan dewi Kadru yang tidak memiliki keturunan anak, setelah di erami berapa lama, menetas kedua telur pemberian dari resi Wiyasa,” terang Rudi (03/08).


Pada fragmen relief pertama saat telur menetas dewi Winata mendapatkan anak manusia setengah berbadan burung Garuda atau Garudeya, dan dewi Kadru mendapatkan anak ular naga. Kemudian dengan akal liciknya dewi Kadru mengadakan sayembara menebak warna kuda Uchaiswara yang keluar dari dasar samudra, yang ternyata hanya tipu muslihat.
“Dewi Kadru memenangkan sayembara dan akhirnya putra dewi Winata yakni Garudeya memanggul ular naga sebagai simbol kesengsaraan atau perbudakan dan dewi Winata ibu Garudeya dewi Winata menjadi terbelenggu hidupnya, ini bisa di lihat di fragmen relief pertama,” ujarnya. Karena melihat ibunya terbelenggu, Garudeya terbang ke nirwana menemui dewa Wisnu dengan meminta air suci atau amertha dalam guci bernama Kamandalu, dengan syarat setelah mendapatkan air suci atau amertha dari dewa Wisnu, Garudeya menjadi tunggangan dewa Wisnu, ini nampak pada fragmen relief kedua yang masih bisa dilihat sampai sekarang.
“Dari usaha keras Garudeya mendapatkan air suci dari dewa Wisnu, dibebaskanlah ibunya dewi Winata dari kesengsaraan perbudakan dewi Kadru, fragmen relief ketiga ini nampak pada saat Garudeya memanggul ibunya dewi Winata terbang, yang menandakan perbudakan telah hilang,” terangnya.


Melihat alur cerita tiga fragmen relief pada candi Kidal mengingatkan kita pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia tahun 1945, dimana kolonialism-imperialism menjadikan masyarakat Indonesia benar-benar terjajah hak sosial, hak kemerdekaan dan hak kemanusiaan. Dan pendiri bangsa melihat simbol Garudeya atau Garuda, merupakan simbol yang tepat sebagai lambang Negara Indonesia yang merupakan simbol kemerdekaan Indonesia yang sekarang ini genap berumur 77 tahun.

Penulis Tri Iwan Widhianto – Pemerhati sejarah dan budaya, Pendiri komunitas Satus Repes

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?