In memoriam, Sadikin Pard yang Kukenal
Bagai disambar gledek di sore hari, kabar berita meninggalnya pelukis kenamaan kota Malang, Sadikin Pard. Sore itu 2 Desember 2024 menjelang magrib, kabar wafatnya almarhum Sadikin Pard beredar dari WAG ke WAG yang lain. Seperti bola liar yang mengelinding tanpa ada yang bisa mengklarifikasi Sadikin mana yang meninggal. Apalagi kabar tersebut dikeluarkan oleh satf Kemensos RI. Dalam sebuah pesan pendek penuh tanya beredar. Pesan singkat itu hanya menyebutkan: Info dari staf kemensos. sadikin meninggal sore tadi di rs cipto mangunkusumo jakarta pkl 17.45. rencana besok pkl 8.30 akan diterbangkan ke malang. menurut dokter rscm, meninggal karena serangan jantung. Dalam pesan itu tak dijelaskan Sadikin siapa yang dimaksudkan.
Taklama berselang, muncul video klarifikasi dari Rona putra tertua almarhum yang membenarkan berita kematian ayahnya. Pesan video itu pertama kali di unggah oleh sahabat Sadikin Pard yang juga pelukis yakni Azam Bachtiar. Dalam video tersebut Rona meminta maaf apabila selama hidup Almarhum ada kesalahan. Melalui video tersebut juga didapatkan infomasi bahwa almarhum ke Jakarta bersama sang ibu dalam rangka pameran Karya Difabel yang diselenggarakan oleh Kementerian Sosial RI.

Almarhum Sadikin Pard turut memamerkan karyanya di peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) yang diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Kemensos RI dalam hal ini memberikan apresiasi kepada perupa dan pelaku ekonomi kreatif yang berasal dari kaum difabel. Dalam unggahan instagram Kemensos RI nampak jelas Almarhum sempat berfoto bersama artis Denada disela-sela acara pembukaan event tersebut pada hari Minggu 1 Desember 2024. Tak nampak tanda-tanda kelelahan atau lainnya, karena selama hidup almarhum terlihat murah senyum, ceria dan tak keliatan sedih sama sekali. Denada sempat memberikan apresiasinya kepada teman-teman disabilitas agar tetap berdaya, setara dan dapat memberikan kontribusi terbaik untuk Indonesia.
Di kalangan dunia seni lukis, nama Sadikin Pard tersohor dan memiliki tempat tersendiri. Sebagai seniman dangan keterbatasan fisik, Sadikin Pard mampu melukis dengan mulut dan kakinya. Oleh karenanya dia tergabung pada AMFPA (Association of Mouth and Foot Painting Artists) sebuah organisasi internasional yang berkedudukan di Swiss Eropa. Dia setiap tahun mengirimkan 15 karya lukisan ke AMFPA untuk selanjutkan organisasi tersebut akan membantu pembiayaan dalam proses berkarya dan menyambung hidup pelukis disabilitas. Hal ini juga yang mendorong Sadikin Pard tetap produktif berkarya. Di rumahnya di jalan Selat Sunda Sawojajar Malang, berdiri bangunan tiga lantai yang memuat hasil karyanya. Sekaligus sebagai galery dan studio dalam berkarya.

Saya mengenal almarhum Sadikin Pard sejak 2016, tepatnya ketika berjumpa bersama komunitas pelukis Brain Nine Art. Didalam komunitas pelukis tersebut ada almarhum, Ari Armed, Azam Bachtiar dan teman-teman lainnya. Kala itu bersamaan dengan pelaksanaan Pekan Budaya Indonesia yang dilaksanakan di Taman Krida Budaya Malang. Pada kesempatan tersebut, komunitas Brain Nine Art mampu tampil dengan baik. Dimana salah satu karyanya langsung dikoleksi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu yakni Prof. Muhajir Effendi. Selanjutnya berbagai event seni budaya selalu berjumpa. Mulai dari gelaran Pasar Malam yang diselenggarakan oleh Taman Indie, hingga event tahunan Tong-tong Night Market yang dirancang oleh Hotel Shalimar Malang. Tak itu saja, almarhum Sadikin Pard kerap hadir pada kegiatan-kegiatan rembuk ekonomi kreatif yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Malang.
Salah satu yang berkesan saat berjumpa dengan almarhum Sadikin Pard adalah event seni budaya yang dilaksanakan di alun-alun merdeka Malang. Saat itu sekitar tahun 2017, dia bersama seniman lainnya melakukan art preformance di ruang publik. Ada pertunjukan wayang kulit oleh dalang cilik, seniman musik dan tak ketinggalan Sadikin pard melukis masjid jami Kota Malang secara langsung. Diakhir performancenya, dia memberikan lukisan masjid tersebut kepada kami, lengkap dengan tanda tangan yang dia goreskan dengan kaki kanannya. Bukan main senang dan riangnya kami saat itu. Mungkin hal tersebut yang mendorong saya untuk mendirikan Mason Art Gallerry dengan sahabat-sahabat lainnya.

Selama masa pandemik Covid 19, tahun 2020-2022 yang lalu, saya berkesampatan melakukan podcast bersama keluarga pak Sadikin Pard. Bertempat di galerynya, dia bersama istri dan anak-anaknya tampil dalam diskusi yang hangat. Berbagai cerita sedih ataupun gembira dia ungkapkan. Terkadang ada lelehan air mata bahagianya karena mampu membahagiakan keluarganya meski dalam keadaan difabel, tak sempurna. Justru hal itu yang memacunya untuk tetap berkarya melalui berbagai event termasuk sebagai perupa AMPFA. Hanya 5 orang Indonesia yang tergabung dalam organisasi AMPFA dan salah satunya adalah Sadikin Pard.
Kini senyum Sadikin Pard telah lenyap untuk selamanya, namun karya dan perjuangannya akan terus menginsiprasi siapa saja yang mengenalnya. Tak terbatas pada kalangan seniman saja namun juga semua kalangan. Dia mampu membawakan dirinya dengan baik, meski dia dalam keadaan tanpa kedua tangan. Ada hubungan akrab dengan keluarga Affandi khususnya Mami Kartika. Seolah karyanya ada garis merah yang Sadikin Pard buat. Pergaulannya juga luas, nampak dari ucapan belasungkawa yang terus mengalir di media sosial dan sebagainya. Namun tak ada gading yang tak retak, bahwa Sadikin Pard bukanlah orang yang sempurna. Di hari terakhir sebelum dikebumikan, patutlah kita memberikan penghormatan sekaligus memaafkan segala kesalahannya. Bukankah hidup itu penuh canda tawa sekaligus nestapa.
Selamat jalan pak Dikin, karyamu selalu ada di hatiku, karyamu akan selalu abadi dan jadi inspirasi buat kami.
Agung H Buana, sejawat