I Wayan Setem seniman ISI kedepankan tema Manusia dan kegiatannya dalam Harmonisasi.
Mason Art Gallery mulai 28 September 2024 hingga 10 Oktober 2024 menggelar pameran bertajuk Ananda Jana Maya Khosa yang menampilkan seniman ISI Denpasar. Gallery yang baru diresmikan tanggal 31 Agustus 2024 ini secara rutin menyelenggarakan pergelaran pamer karya para seniman. Salah satu seniman yang unjuk karya kali ini adalah Dr. I Wayan Setem dan Anis Raharjo, akademisi dari ISI Denpasar. Bila Anis Rahajo menampilkan tema toleransi dan pluralisme maka Wayan Setem mencoba memberikan pemaknaan pada kemanusiaan dan kegiatan kemanusiaan.
I Wayan Setem sebagai insan asli Bali melihat kemanusiaan dalam konteks manusia dan kegiatan manusia. Sejak awal seniman Bali menciptakan karya sebagai bagian dari religisitas. Proses penciptaannya dari Sunya Tattwa menuju sarwa tattwa. Yaitu mewujudkan manusia ttawa (realitas manusia) dan mewujudkan kasih sayang sendiri (karuna avataram). Sedangkan kegiatan manusia terangkum dalam etika Tri Hita Karana. Yaitu menjaga keharmonisan antara manusia alam dan Tuhannya.
Hal Ini semua mewarnai kaya cipta I Wayan Setem, bagi pria kelahiran Lusuh Kangin Karang Asem, penciptaan karya merupakan aspek yang penting. Beberapa karyanya yang merupakan harmoni kehidupan seperti karya berjudul Gelombang lautan susu, Mengkosmos, Permata Bumi. Hingga karya yang terkait erat dengan eksotika masa lalu seperti menuju samudra keabadian, Hening, hingga kelahiran avatar.
Dalam diskusi bersama M. Dwi Cahyono seorang arkeolog, I Wayan Setem membaca bahwa fenomena yang ada disekitar dan lingkungan menjadi sumber inspirasi. Diskusi dilaksanakan pada Senin 30 september 2024 di Mason. Terungkap bagaimana dia memasukan unsur dewi air, sang budha hingga arca-arca khas Bali lainnya. Sementara itu Dwi Cahyono memandang bahwa penciptaan arca sebagai bagian dari seni pahat masa lampau mencapai puncaknya pada masa Singhasari.
Pada paparannya dihadapan seniman dan perupa kota Malang, Wayan Setem mendukung penyataan Dwi Cahyono bahwa sumber inspirasi penciptaan karya dapat berasal dari sekitar kita. Bila ditarik kebelakang, M. Dwi Cahyono menggambarkan bahwa eksotika karya arca sebagai seni pahat Singhasari sanagt indah. Keindahannya memiliki ciri khusus yaitu plastis, porposional dan detil. Ini menyiratkan bahwa penciptaan karya pahat juga dipengaruhi kedalam pembacaan atas lingkungannya.
Tak ketinggalan pada diskusi semacam sarasehan budaya Jawa dan Bali ini turut dihadiri oleh mahasiswa seni rupa UM dibawah binaan Fenny Rochbeind dan Anak Agung Gde Rai Arimbawa. Diskusi semakin menghangat dengan apresiasi karya Wayan Setem oleh perupa senior Malang seperti Bambang AW, Yon Wahyuono, Jonnie Kirman dan lainnya.
Sebelum memamerkan karyanya di Mason Art gallery Malang, dia telah mengikuti berbagai pameran sepanjang tahun 2024. Beberapa acara pameran yang sempat diikuti adalah Festival Pasca Penciptaan 2024 Indonesian Art Institute Surakarta. Juga kegiatan Bali Nata Bhuwana III, MuktiManu Murti “The Rise of Noble dan pameran di luar negeri dengan tema Humanity di Astana, Kazakhstan.
Selanjutnya Bali Mega Rupa 2024, Bali Provincial Culture Service, Art Centre, Denpasar dan Bali Nata Bhuwana III “Mukti Manu Murti” (The Rise of Noble Bali Mega Rupa). Dimana kegiatan tersebut dilaksanakan bersama Bali Provincial Culture Service. Bagi founder Mason Art Galeri, Agung H Buana, kehadiran seniman I Wayan Setem sekaligus akademisi ISI Denpasar ini akan menambah ruang eksplorasi seni di Malang. Dia nampak bahagia mendampingi para seniman senior yang hadir dalam pameran ini. (aden)