Mengenal Khasanah Senjata Asli Nusantara
Perbincangan mengenai senjata asli Nusantara sepertinya jarang diulas, apalagi keberadaan senjata tajam khas Nusantara ini terbatas dikalangan tertentu saja. Kita mengenal bahwa Keris adalah salah satu senjata khas Nusantara yang diyakini berasal dari daerah Jawa meski banyak daerah memiliki sebutan keris pula. Sedangkan Keris yang dimaksudkan sudah menjadi warisan budaya Unesco sejak 2005. Sebagai senjata yang original dan otentik dari Nusantara ini mempunyai estetika pada tangguh, dapur dan pamor. Kriteria ini pula yang dipakai UNESCCO untuk melihat estetika pada sebilah keris.
Roy Febrianto, seorang penikmat senjata Nusantara sekaligus kolektor senjata khas Nusantara ini mempunyai keprihatinan atas kurangnya publikasi dan pemahaman masyarakat terhadap senjata khas ini. “Masyarakat secara sekilas hanya mengetahui Keris sebagai senjata Nusantara, padahal masih banyak lagi seperti Sundang, Mandau, Wedung dan sebagainya,” ujarnya. Padahal bila mau ditelusuri lebih lanjut bahwa keberadaan senjata personal ini berada di setiap sudut daerah di Nusantara. Katakan saja mulai Sabang sampai Merauke, dari pulau Mianggas hingga pulau Rote tentu memiliki senjata khas daerah yang berfungsi sebagai pertahanan diri.
Perkembangan senjata khas Nusantara telah berkembang sedemikian pesat, mulai dari tujuan untuk survival (bertahan hidup), berburu hingga untuk kepentingan menaklukan kelompok dari daerah lain. Belajar dari teori kedaulatan zaman Yunani di abad ke 4 SM ada slogan yang berbunyi Si vis pacem parabelum (Jika kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang). Sehingga tak berlebihan bila diperlukan upaya menggelorakan Kebangkitan Nusantara dari keanekaragam senjata khasnya. Dimana tidak terbatas pada Keris dan Golok saja seperti yang banyak dikelahui masyarakat.
Sehingga tak berlebihan bila Roy Febrianto yang juga owner Teh Ashitaba ini mengusulkan serangkaian acara semacam penyadaran bersama. Hal yang perlu disadari bahwa senjata adalah simbol kedaulatan negara. Karena apabila persenjataan tergolong lemah maka bangsa tersebut akan terancam. Tidak berlebihan bahwa Febri yang juga kolektor mengenalkan Festival Candrasa Nusantara. Semacam pergelaran aneka senjata alat perang atau alutsista dalam sansekerta. Berbagai senjata Nusantara seperti Golok, parang, klewang, wedung, kering, sundang, badik, mandau, kujang karambit, golok buntung hingga lar bango akan digelar di Malang.
Kegiatan Festival Candrasa Nusantara ini akan menggelar berbagai acara seperti Pameran Senjata Nusantara, Diskusi Alutsista Era Klasik, Jual beli senjata Nusantara hingga lelang pusaka. Dan akan digelar pula berbagai atraksi untuk menggunakan senjata nusantara dalam berbagai gaya dan atraksi.
Kedasyatan kedaulatan Nusantara berupa penggunaan aneka ragam senjata alutsista itu telah termasyur sejak era Singhasari. Konon pada ekspedisi Pamalayu 1 yang digelar oleh raja Singhasari Kertanagara pada tahun 1275 menggunakan alutsista khusus. Dimana upaya untuk mencapai diplomasi militer daerah seberang yaitu Sriwijaya dan Melayu. Sebelumnya pemimpin ekspedisi Pamalayu 1 adalah Kebo Anabrang, ksatria dari Singhasari pernah berduel dengan Ronggolawe menggunakan senjata Sundang untuk bertempur.
Ciri dari senjata tajam asal Nusantara mempunyai karakteristik yaitu aksi menebas, menusuk dan menyayat. Sehingga kegunaan senjata ini lebih pada pembelaan diri (defensif) dibandingkan upaya menbenturkan (offensif). Dalam prakteknya senjata nusantara banyak dipakai bagi seseorang yang berjiwa ksatria sehingga cenderung menggunakan senjatanya untuk sekedar mengalihkan serangan. Menusukan senjata tajamnya merupakan opsi terakhir untuk menghabisi lawannya.
Sepintas karakter dalam mengayunkan senjata tajam Nusantara ini tercermin pada level efektifitas dan persoalan taktikal. Hal ini sejalan dengan karakter medan pertempuran di Nusantara yang cenderung berada di areal yang memiliki banyak vegetasi berupa tanaman dan sebagainya. Medan perang berupa hutan dan ngarai memerlukan senjata khusus karenanya diperlukan jenis senjata yang compact dan ringkas.
Belajar dari kekalahan pasukan Mongol di tanah jawa adalah karena tidak berfungsinya senjata andalan mereka yaitu panah yang tidak fungsi maksimal. Raden Wijaya sebagai pewaris Singhasari mengerti persis karakter lokasi pertempuran ketika berhadapan dengan pasukan kekaisaran Monggol ini. Padahal pasukan Mongol dikenal sebagai bangsa yang kerap berperang dengan ganas memakai kendaraan kuda dan berpanah. Namun kejayaan pasukan kekaisaran Mongol tidak berfungsi di daerah yang memiliki vegetasi tinggi seperti hutan dan lembah. Kepulauan Nusantara memiliki kontur tanah dan vegetasi tanaman yang rapat, hal ini berbeda dengan kebiasaan mereka yang bertempur di daerah terbuka seperti savana dan gurun pasir. Sehingga Alutsista yang dimiliki pasukan kekaisaran Monggol ini nyaris tidak berfungsi karena perbedaan medan pertempuran. Oleh karenanya Raden Wijaya lebih mudah memenangkan pertempuran ini pada 23 April 1293.
Perang-perang yang terjadi di negeri kepulauan seperti Nusantara ini memberikan gambaran model pertempuran yang mengandalkan kemampuan fisik dan ketangkasan memainkan senjata tajam. Hal ini berbeda dengan pasukan perang dari luar nusantara yang lebih menguatkan pada body armor untuk pertahanan diri. Biasanya body armor ini terbuat dari bahan besi atau rantai besi yang dipilih sehingga memerlukan recovery yang cukup lama. Hal ini berbeda dengan pasukan Raden Wijaya yang menggunakan senjata personal ditangan kanan dan pelindung tangan kiri mengunakan kalep/kulit sapi yang dililit.
Sejak awal perkembangan manusia untuk mempertahankan diri, senjata personal itu biasanya diambil dari unsur alam. Sehingga senjata Nusantara banyak menggunakan bahan dari gading, tulang, tanduk, cula, kuku, dan taring. Sedangkan secara alamiah senjata berupa batu mendominasi awal metode pertahanan diri, hal ini terjadi sebelum era jaman besi.
Sejarah senjata personal memang panjang dan seiring dengan tingkat kebudayaan manusia. Fungsi utama senjata adalah untuk kepentingan bertahan hidup melalui aktifitas berburu. Sering kali senjata ini dipergunakan untuk pertahanan diri, dan bila dilakukan berkelompok dapat dipergunakan untuk menyerang kelompok lain. Tentunya untuk bertahan juga memerlukan senjata khusus untuk pertahanan diri. (aboe)