Abdul Malik sang generator gerakan literasi Malang Raya
Dia adalah seorang budayawan yang lebih senang disebut dengan penulis. Tak berlebihan memang karena Abdul Malik adalah Penulis seni budaya yang produktif menelorkan karya literasi. Berbagai karya tulisannya yang banyak bertebaran di buku-buku terbitan Jawa Timur khususnya Malang Raya.
Sebagai arek kelahiran Surabaya 22 Desember 1968 yang tumbuh berkembang di Mojokerto ini, sangat dekat dengan tinggalan kebudayaan masa lampau. Ketertarikannya pada karya leluhur ini membentuk pola pikirnya untuk meneruskannya berupa karya tulis dan lainnya. Sempat juga menerbitkan katalog Pameran Seni Rupa Trowulan Art: Homo Mojokertensis bersama esai Kris Budiman dan perupa Putu Sutawijaya pada 2014. Belajar mengenal seni budaya sejak bersekolah, yaitu di SMPN 1 Mojokerto membuatnya semakin mencintai karya leluhur yang tak habis dieksplore.
Selanjutnya sepanjang tahun 2014 hingga 2019, tulisan Abdul Malik bisa dinikmati di rubrik Sastra dan Budaya harian cetak Malang Post. Hingga pada akhirnya tulisan tersebut dikumpulkan menjadi buku yang berjudul Mat pelor, Sakerah hingga Hamid Rusdi. Tak berhenti disitu, ternyata Abdul Malik juga mempunyai ketertarikan untuk berkomunitas melalui keikutsertaannya di Dewan Kesenian Malang dan Dewan Kesenian Jawa Timur.
Sebagai kontributor dan penulis pada Majalah Seni Budaya Kidung dan Majalah Sastra Suluk Dewan Kesenian Jawa Timur yang konsisten sejak edisi 34 tahun 2016 hingga kini. Sebagai penanggungjawab Departemen Penerbitan dan Publikasi Dewan Kesenian Jawa Timur, dia punya kaitan yang erat dengan terbitnya Kidung majalah Dewan Kesenian Jawa Timur. Apalagi dia ditunjuk sebagai Pimpinan Umum Majalah Kidung DKJT. Bergabungnya Abdul Malik ini tertuang pada Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur 188/221/KPTS/013/2020 tentang Dewan Kesenian Jawa Timur Periode 2020-2025.
Di Kota Malang sendiri berbagai inisiatif untuk mengembangkan literasi kebudayaan juga ditunjukannya melalui diskusi dan kolaborasi pada pembentukan rembug budaya yang akhirnya menelorkan Komite Kebudayaan Kota Malang (K3M) pada akhir tahun 2018. Bersama Rudi Lelono (almarhum), ia menginiasi upaya implementasi Undang-undang nomor 5 tentang Pemajuan Kebudayaan kepada pemerintah kota Malang sekaligus upaya terobosan pada dunia kebudayaan. Sekaligus momentum ini dia sdipergunakan untuk menyelesaikan dokumen Pokok-pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Kota Malang yang menjadi pilot project nasional.
Didukung oleh istrinya yang asli Bojonegoro, Novarita terlihat sangat setia menemani berbagai gerakan yang dilakukan oleh Abdul Malik. Terlebih sosok Mak Milah (Sumilah) ibu kandung Abdul Malik adalah sosok panutan baginya. Dia pula yang mendorong terbitnya buku Ang Hien Hoo, Ratna Indraswari Ibrahim hingga Hikajat Kebonagung disamping istri tercintanya. Abdul Malik sendiri adalah puta sulung pasangan Mochamad Mardjuki dan Sumilah.
Disatu kesempatan Gubuktulis.com dalam Jagongan ke-21, menampilkan istrinya Pdt. Novarita sebagai narasumber pada diskusi bertajuk “Tionghoa di Pusaran 411-212” bersama Gus Aan Anshori di kedai Kali Metro. Menunjukan bahwa pasangan Abdul malik dan Novarita yang lama tinggal di Kebonagung dapat seiring sejalan memainkan biduk berkebudayaan bersama.
Abdul Malik juga sangat kuat merawat persahabatan dengan semua pihak. Dia dikenal bersahabat dengan M. Sinwan, M. Nasai dan M. Nashir Ngeblues hingga Dhany Valiandra putra komikus legendaris Teguh Santosa. Menariknya di Buku Komik Indonesia masih ada Teguh Santosa (1942-2000) di 2015, dia bertindak sebagai editor sekaligus penulisnya besama sababatnya sebagai bentuk pernghormatan kepada cergamis tersebut. Pada periode tahun 2018 dia bersama M.Nasai sempat mengikuti program Seniman Mengajar Kemendikbud tahun 2019. Abdul Malik dengan lahan tugas di daerah NTT, tepatnya di Larantuka Flores Timur. Sedangkan M. Nasai di daerah Muaro Jambi.
Sebagai seorang yang pernah kuliah di STIBA Malang jurusan Inggris Perancis tahun 1987, Abdul Malik juga memiliki kemampuan untuk mentranslasi bahasa asing sehingga banyak pula karyanya terpengaruh dari literasi internasional. Hal ini juga memudahkannya dia menginfokan banyak peluang berkesenian dan berkebudayaan dari luar negeri kepada para seniman budayawan. Termasuk mencarikan beasiswa bagi seniman budayawan dan peluang tampil di negeri orang.
Beberapa karyanya yang termasuk fenomenal dan sudah terbit adalah Ang Hien Hoo, Ratna Indraswari Ibrahim hingga Hikajat Kebonagung dan buku Mat pelor, Sakerah hingga Hamid Rusdi merupakan buku yang masuk dalam pameran 110 buku yang berpengaruh di Malang pada periode 1914 – 2024. Buku ini dipilih kurator karena memiliki bobot dan dampak yang luas bagi masyarakat termasuk para pegiat seni budaya di Malang. Pameran ini sendiri berlangsung sejak 19-21 April 2024 di Malang Creative Center dalam rangka peringatan HUT Kota Malang yang ke 110 tahun.
Dalam berkomunitas bersama para Blogger yang tergabung pada Bolang Kompasiana Malang, dia turut aktif dalam penerbitan dua buku yaitu 17 Kampung Tematik kota Malang tahun 2018 dan Gastronomi Legendaris Kota Malang tahun 2019 kerjasama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang. Kedua buku ini pun berkembang dan menjadi rujukan bagi pengembangan kepariwisataan di Kota Malang. Inisiasi untuk kolaborasi tersebut dimaksudkan sebagai penguat literasi atas berkembangnya kesadaran masyarkat kampung untuk mengembangkan wilayahnya.
Abdul Malik juga dikenal sebagai pegiat museum di Kota Malang. Selama aktif sebagai pegiat museum di Museum Musik Indonesia sejak 2016, banyak karya yang membuatnya terlibat. Seperti penerbitan Katalog Dokumentasi Musik Ambon Maluku tahun 2018, Dokumentasi Sejarah Musik Populer Indonesia 1967-1978 sebagai tim penyusun. Selanjutnya juga sebagai tim penyusun dia terhubung dengan penyusunan Aktuil Magazine Catalog 1967-1978 pada tahun 2021. Membantu penyusunan buku Empat dekade Sejarah musik kota malang era 60-90 dengan penulis utama Arif Wibisono. Juga pernah bertindak sebagai penanggung jawab distribusi naskah buku Bens Leo dan Aktuil, rekam jejak jurnalisme Musik pada tahun yang sama. Selanjutnya berkontribusi pada buku Keanekaragman kroncong Indonesia, dokumentasi rekaman musik keroncong klasik dan modern di Museum Musik Indonesia sebagai petugas database.
Pada tahun 2018 bersama Ampry Bayu dan Agung H Buana, dia pula menginisiasi Festival Museum Malang Raya di Trans Studi MX Mall Malang. Dalam acara tersebut bergabung kurang lebih 20 museum se Malang Raya. Berbagai kegiatan yang membersamai acara tersebut seperti diskusi permuseuman, pameran koleksi museum dan berbagai lomba-lomba Sahabat Museum. Kegiatan ini juga mendorong pengunjung pada bulan kunjungan museum.
Bersama komunitas lainnya, Abdul Malik terlibat aktif pada Panggung Kebangsaan Aliansi Masyarakat Anak Negeri se-Malang Raya. Kegiatan yang dilaksanakan pada Sabtu, 26 Agustus 2017 bersamaan dalam rangkaian HUT kemerdekaan ke 72. Abdul Malik punya kelebihan dalam berkomunitas antar kepentingan.
Dalam peringatan HUT Kota Malang ke 109 pada tahun 2023 lalu, Abdul Malik merupakan salah satu orang yang turut menginisiasi buku Spektrum 2023. Sebuah antologi atas pencapaian Kota Malang dengan segala perkembangannya. Selanjutnya kesuksesan buku tersebut dilanjutkan pada buku Spektrum Satu Abad Stadion Gajayana dan Pameran 110 buku berpengaruh pada tahun 1914 -2024 Kota Malang. Pada buku antologi ini terdapat kurang lebih 40 penulis yang mengambil tema Stadion kebanggaan warga Malang dalam berbagai aspek.
Sebagai rangkaian penutupan Pameran 110 buku berpengaruh tersebut, Abdul Malik melakukan Orasi Literasi untuk menggelorakan semangat literasi pada masyarakat Malang. Bersama beberapa budayawan juga turut membacakan puisi sebagai musikalisasi puisi. Sebut saja budayawan Nashir Ngeblus, dalang wayang topeng ki Sholeh dan istri, Wibie Mahardikka. Tak ketinggalan akademisi Budi Fathony dan Dwi Cahyono, serta Agung H. Buana inisiator ASN Balaikota Menulis.
Semua aktifitas yang dia dedikasikan sepenuhnya pada dunia literasi di Malang Raya dan Jawa Timur. Sebuah perjuangan yang tak kenal habis dan akan berkembang dikemudian hari. Pengembangan literasi telah menjadi darah dagingnya, semua dia gerakan bukan untuk dirinya pribadi. Segalanya dikerjakan dengan penuh dedikasi. Sebuah generator literasi tak akan pernah merasa lelah sampai dengan bahan bakarnya menipis. Dia sebagai pembakar semangat literasi yang tak pernah berakhir. (AHB)