PANCASILA dalam Renungan Pasca Lebaran 1445 H/2024, catatan Agus Saikhu
Semua kita sudah tahu, bahwa Pancasila adalah dasar negara kita, Indonesia.
Semua kita juga sudah tahu, pendiri bangsa, para pejuang, para pahlawan bangsa, sepakat bahwa agama bukan sebagai dasar negara. Tetapi negara melindungi setiap warganya memeluk agama yang diyakini. Selama dia (warga masyarakat/manusia) beriman dan bertaqwa kepada Tuhannya, disadari atau tidak, pastilah dia sudah mengimplementasikan agama dan Pancasila. Yang terdiri dari 5 (lima) sila itu.
Mari kita simak, paparan sekilas dan sederhana ini :
1.Ketuhanan Yang Maha Esa.
Adakah pemeluk agama (apa pun agamanya) yang tidak berke-Tuhan-an? Kalau dia (manusia) beragama, pastilah mengakui adanya Tuhan. Bagaimana cara mengenal Tuhannya, menyembah dan mendekat kepada-Nya, itu terserah orangnya, terserah penganutnya sesuai dengan kepercayaan dan ajaran-ajarannya.
2.Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sila ke satu tadi, sudah jelas disebutkan, kalau manusia beragama, tentu ber-Tuhan jua. Dengan mengenal Tuhannya, perilaku manusia tentu akan beradab. Bandingkan dengan manusia yang tidak beragama, tidak mengenal Tuhannya perilakunya akan biadab.
Sedangkan pemahaman kemanusiaan yang adil itu, ialah kembali kepada manusianya sendiri. Contoh : Di suatu perusahaan, manusia bekerja mencari nafkah atau pendapatan rezeki. Siapa yang bekerjanya rajin, ulet, kerja keras, tanpa kenal lelah dia akan mendapatkan upah (bahasa agamanya pahala) yang tinggi dan banyak. Sebaliknya, yang bermalas-malasan, jarang masuk kerja, bahkan curang, ya pendapatannya sedikit dan kecil. Ini kan adil, sesuai dengan perbuatan manusianya. Hukum ekonominya masuk. Makanya untuk mendapatkan keadilan antar manusia ini, munculah sila ke tiga.
3.Persatuan Indonesia.
Kita dilahirkan dari orang tua kita, dibesarkan dan hidup di negara Indonesia, tentu adat istiadatnya Indonesia. Pernakah kita pesan kepada orang tua kita minta dilahirkan di eropa ? Atau di Singapura, di China, di Arab saudi, atau minta dilahirkan langsung dimasukkan ke surga saja, agar tidak sengsara di dunia ? Dan lagi, pernakah kita sebelum dilahirkan pesan kepada orang tua agar memeluk agama ini, agama itu ? Ini Indonesia, berbeda-beda suku, agama, dan kepercayaan, dibingkai dalam persatuan Indonesia. Jangan mudah menjustice seseorang. Kamu bukan muslim, kamu kafir. Lho…, dia beriman kepada Tuhannya koq, hanya saja agama dan caranya yang beda.
4.Kerakyatan yang dipimpim oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
Kalau sila ke 1, ke 2 dan ke 3 di atas menafsirkan atau mengulas tentang hak-hak beragama, berketuhanan sebagai warga negara, perikemanusiaan yang adil dan beradap, dan cara menjaga persatuan hidup di Indonesia, maka di sila ke 4 ini mengarah pada kepemimpinan selaku penyelenggara negara yang berdasarkan musyawarah.
Kepemimpinan suatu negara sudah diatur oleh sistem kenegaraan. Disebut Trias Politika. Eksekutif, Legislatif, Yudikatif. Tiga elemen ini tentunya sudah bekerja sesuai porsi dan proporsinya, selalu bermusyawarah dalam setiap ada pelanggaran dan perselisahan di antara rakyat yang dipimpinnya. Di level rakyat, di akar rumput ada pengurus Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW). Sekampung, senegara, sekeluarga. Di level ini pun selalu bermusyarah ketika ada perselisahan di antara warga supaya kerukunan selalu terjaga. Kemudian di level keluarga, juga ada kepemimpinan, yaitu Kepala Keluarga. Dalam suatu keluarga pasti ada saja perselisihan.
Antara anak dan orang tua, antar sesama saudara, bahkan satu keluarga ada yang berselisih tentang agama, beda agama. Kalau sudah terjadi perselisihan seperti ini bermusyawaralah agar mendapatkan hikmat dan kebijaksaan dari hasil musyawarah itu. Kalau tidak bisa bermusyawarah antar yang berselisih, tunjuklah perwakilan dari kedua belah pihak yang berselisih itu, untuk melakukan musyawarah. Hal ini kalau bisa dilakukan, sudah otomatis melaksanakan ajaran agama (Islam) sekaligus Pancasila. Maka terwujudlah sila ke lima.
5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.