Art and Culturekayutangan talks

Melacak jejak Trem di Kayutangan

Beberapa hari ini terakhir ini lini media sosial di Malang diramaikan dengan keberadaan locomotif Lori di Kayutangan. Tidak hanya titik peletakan yang jadi bahan gunjingan namun juga jenis Locomotif yang dijadikan ikon heritage Kayutangan. Bagi generasi yang pernah berdampingan aktivitas angkutan tebu di Malang maka akan mengenali bahwa locomotif tersebut adalah kepala kereta penarik tebu. Sehingga perlu melacak jejak trem di Kayutangan yang benar.

Namun yang jadi perbincangan di kalangan penikmat sejarah kota Malang adalah ketidaksesuaian antara sejarah keberadaan Trem di kayutangan dengan artefak locomotif yang dipajang depan gereja Bunda hati Kudus tersebut. Seperti diketahui bahwa locomotif ex PG kebonagung kode B4 penarik lori tebu dipasang di kayutangan sejak 13 April 2023.

Seperti diketahui keriuhan tentang Trem di kota Malang dimulai sejak penemuan kembali rel trem MSM pada renovasi jalan Basuki rahmat pada pembangunan zona 1 dan zona 2 kawasan kayutangan pada awal Nopember 2020 dan pada akhir Oktoner 2022 pada zona 3. Lokasi Zona 1 Kayutangan mulai dari pertigaan PLN hingga ke perempatan Rajabali dan zona 2 adalah mulai perempatan Rajabali hingga depan gang 6 Kayutangan. Sedangkan untuk zona 3 adalah mulai depan Sarinah hingga ke arah utara depan gang 6 Kayutangan.

Dari 2 kali penemuan rel tram di kayutangan tersebut makin membuktikan bahwa kota Malang pada era awal 1900an telah memiliki tansportasi masal yang bersifat komuter. Pengamat budaya dan Sejarah kota Malang, Agung H Buana menyatakan bahwa penemuan rel trem pada kawasan Kayutangan membuktikan bahwa pemerintah kolonial saat itu telah memikirkan daya dukung dan kapasitas transportasi masal di Kota Malang. “Dibukanya jalur trem rute stasiun Blimbing ke Jagalan pada tanggal 15 Februari 1903 sepanjang 6 kilometer menunjukan bahwa mobilitas penduduk malang cukup tinggi dan bersifat komuter.” ujar pria Sekretaris TACB kota Malang 2016-2021.

Diketahui bahwa perusahaan Malang Stoomtram Mastchapij (MSM) yang didirikan pada 14 November 1897 memiliki 3 jenis locomotif yang berasal dari pabrik ternama Hohenzollern Jerman yaitu jenis B17 sebanyak 10 loko, B24 sebanyak 2 loko dan D11 sebanyak 10 loko. Ketiga jenis lokomotif ini dapat berjalan di rel narrow gauge R25 (25,74 kg/m) / R33 (33,40 kg/m) dengan lebar 1.067 mm. Stasiun tram dibangun pada setiap beberapa kilometer, karena diawal pembangunan angkutan masal ini, gerbong penumpang ditarik kuda. Sehingga kuda harus beristirahat sejenak disetiap stasiun pemberhentian penumpang mulai di Singosari, Blimbing hingga stasiun Jagalan. Perusahaan MSM didirikan dan berkantor di Djagalan Malang dengan jalur rel yang dikelola sepanjang 85 km. Juga memiliki jalur interkoneksi dengan Perusahaan kereta api negara SS pada stasiun Malang baru, Malang kotalama, Singosari dan Kepanjen.

Spesifikasi lokomotif yang dimiliki MSM sebagai berikut:

a. loko B17 sebanyak 10 unit yang diproduksi tahun 1897-1900 dengan roda gerak 0-4-0Tr

b. loko B24 sebanyak 2 unit yang diproduksi tahun 1902 dengan roda gerak 0-0-0Tr

c. loko d11 sebanyak 10 unit yang diproduksi tahun 1913-1924 dengan roda gerak 0-8-0Tr

Banyak pengamat mengatakan bahwa perencana jalur kereta tram di Malang ini tergolong visioner dan berani membelah Alun-alun tengah kota Malang. Perancang juga memperhatikan trend angka pertumbuhan penduduk dan daya tampung kawasan yang dilewati jalur tram serta memperhitungkan tumbuhnya kota satelit di Malang. Tram ini selain mengangkut penumpang juga membawa hasil pertanian dari daerah sekitar Malang.

Biaya angkutan menggunakan trem yang membelah di tengah kota, saat itu termasuk terjangkau dibanding moda transportasi lainnya. Sehingga keberadaan trem di Kota Malang terus berkembang. Bagi penumpang tram ini dipisahkan menurut golongan kelas dan tarif serta dibedakan juga gerbong penumpang untuk warga eropa dan orang bumiputera yang dianggap sebagai warga kelas dua.

Untuk mempertahan keberlangsungan trem di kota Malang, Pemerintah memberikan subsidi kepada pengelola Trem Rp 153.200 per tahun. Subsidi tersebut diberikan sejak tahun 1952 hingga 1957. Namun selanjutnya subsdidi dihentikan pada 1958, karena pemasukan trem dengan biaya operasional tidak sebanding sehingga perusahaan pengelola mengalami kebangkrutan.

Selanjutnya Pemerintah mengambil alih semua saham pada 27 Juli 1959 untuk diserahkan pengelolaan pada Perusahaan Umum Kereta Api. Namun persoalannya mulai banyak kendaraan bermotor seperti truk yang sanggup memuat lebih banyak hasil pertanian beroperasi dari daerah pedalaman menuju kota Malang. Sehingga akhinya pada akhir tahun 1960an jalur trem di tengah kota, Kotalama-Dampit, Kotalama-Gondanglegi dan Singosari-Tumpang ditutup.

Sehingga semestinya artefak loco Trem yang patut dipasang di kayutangan adalah kereta Loco jenis B17, B24 dan D11 bukan jenis B4 seperti yang terpasang. Agar diketahui bahwa Locomotif yang terpasang di kayutangan adalah Lori pengangkut tebu yang memiliki spesifikasi sebagai berikut, jenis CFL 30J dengan 42,5 hp kekuatan 5 ton buatan 1972 dengan SN 3409. Loco ini buatan Chistop Schottler Maschinenfabriek GMBH Delpholz bei Bremen Jerman yang juga dikenal dengan parbik Schoema. Digerakan dengan roda geraknya 4wDM yang dapat melintasi rel ukuran 700 mm.

Dengan demikian apabila pemerintah Kota Malang bermaksud untuk mempertegas ikon heritage pada kayutangan maka perlu dilakukan perubahan jenis locomotive yang dipasang depan Gereja Kayutangan. Selanjutnya Locomotif Lori dapat dipasang di taman jalan Jakarta Malang sebagai pengingat bahwa jalan tersebut awalnya adalah jalur kereta lori pengangkut tebu. (Djaja)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?