Sejarah Orem-orem Malang
Gastronomi Malang yang jadi makanan khas dan kuliner legendaris adalah Orem-orem. Kuliner ini menggunakan kuah santan warna kuning, dengan isian tempe diiris tipis segi empat, toge, yang disantap dengan ketupat. Kuah kuning ini pun terasa tidak terlalu tajam bumbunya. Penjual orem-orem biasa menyediakan lauk yang lain untuk menyertai bersantap adalah tempe goreng dan mendol. Penyajiannya adalah dengan potongan ketupat atau bisa juga lontong. Biasanya ukuran ketupat ataupun lontongnya relatif besar dan biasa digantung di gerobak pedagang orem-orem.
Saat ini harganya pun bervariasi mulai dari Rp. 7.000 hingga Rp. 15.000an saja, kecuali apabila nambah lauk lainnya seperti telur asin, krupuk ataupun tempe mendol. Kalau sedang ke Malang dan sekitarnya jangan lupa menyantap kuliner ini karena ringan di kantong dan bisa bernostalgia. Kita bisa membeli orem-orem ini di daerah pasar Comboran, jalan Gatot Subroto maupun sepanjang jalan Juanda sisi barat di Kota Malang. Atau bisa juga ditemui di daerah kampus UM yaitu di sekitar jalan Blitar.
Ternyata sejarah orem-orem Malang belum banyak diketahui masyarakat. Terlebih bagi pendatang dan orang yang bukan asli Malang. Ternyata Orem-orem terkait erat dengan era sulit masa penjajahan Jepang. Dimana saat itu bahan makanan relatif mahal dan sulit untuk didapatkan. Sehingga banyak rumah tangga melakukan penyesuaian dan berkreasi menyajikan masakan.
Sepintas masakan orem-orem seperti Soto ataupun seperti Lodeh, berkuah kuning. Disajikan diatas piring dan irisan tempe yang tipis berkuah. Menurut Agung H Buana pengamat gastronomi, sejarah dan budaya, bahwa tampilan Orem-orem yang sangat sederhana menyiratkan rasa kesederhanaan. Apalagi orem-orem menjadi makanan yang mudah dimasak dengan bumbu sederhana dan irisan tempe yang diiris-iris tipis kecil.
Tambahan tauge juga terlihat sebagai tambahan saja agar terdapat unsur sayur dalam makanan. Hal ini menarik untuk dibahas mengingat kuliner adalah representasi dari potensi agraris yang tersajikan dalam sebuah hidangan. Daerah Malang memang kaya dengan hasil pertanian namun mengapa tauge menjadi pengganti unsur sayur. Hal ini bisa dijelaskan bahwa pada masa sulit akses perpindahan barang di Malang akan menimbulkan kesulitan pula mendapatkan sayur segar. Sehingga penggantinya adalah kacang-kacangan yang sengaja dikecambah untuk menjadi sayur pengganti. Sehingga bisa jadi biaya untuk menyajikan orem-orem sangat murah dan terjangkau hingga kini. Orem-orem yang sederhana ini juga bisa bermakna ungkapan rasa syukur mampu bertahan hidup dalam masa yang sulit tersebut.
Saat jaman pendudukan Jepang, untuk menikmati semangkok Soto Ayam atau Daging terasa sangat mahal dan mewah. Sehingga untuk mengobati rasa makanan Soto, para ibu rumah tangga saat itu menampilkan irisan tempe tipis dan kecil. Orem-orem juga disajikan dengan kuah kuning tanpa kaldu. Apalagi rasa kuahnya pun terasa lebih datar tanpa aroma bumbu yang kuat. Betapa sederhananya hidangan orem-orem saat itu.(Masio)