Siswa SDN Gadang 1 Malang tampilkan fragmen sejarah, Belajar Berjuang dan Bersenang-senang di sarasehan TRIP 2024
Kini mempelajari sejarah perlu ada kreatifitas yang total. Sebut saja sejumlah siswa SDN Gadang 1 Kota Malang punya cara sendiri untuk mempelajari sejarah. Pada kesempatan Sarasehan Pelajar Pejuang TRIP yang diselenggarakan pada Senin 29 Juli 2024 bertempat di aula Museum Brawijaya Malang, sekitar 25 siswa unjuk kebolehan. Dihadapan kurang lebih 450 siswa pelajar SMP, SMA dan Mahasiswa serta undangan lainnya, anak SD Gadang 1 memainkan peran fragmen sejarah.
Dibawah bimbingan Maghfirotul Laily dan Uki Hariyanto, ke 25 anak siswa SD Gadang 1 ini tampil memukau. Bak pertunjukan drama seni sejarah yang totalitas, Firdaus dan Fahri dan lainnya turut tampil prima. Adegan demi adegan yang heroik dan mengharukan penonton disajikan dengan apik. Apalagi ditambah dengan backsound yang menggelegar dan narator fragmen yang membacakan alur cerita seolah turut serta dalam pertempuran yang sesungguhnya.
Siswa SDN Gadang 1 Kota Malang ini menampilkan fragmen sejarah pertempuran TRIP yang terjadi 77 tahun silam. Dimana adegan dimulai dengan kondisi pelajar yang tergabung dalam TRIP pada situasi kota Malang pada tahun 1947. Hal ini sejalan dengan mulai tersebarnya upaya Belanda untuk menduduki kemballi Kota Malang pada agresi militernya. Dengan sandi Operatie Product, pasukan Belanda merangsek menuju kota Malang dengan perlawanan dari gerilyawan yang tergabung dalam laskar-laskar.
Pertempuran di Lawang dan Singosari sebelah utara kota Malang menjadikan pelajar pejuang TRIP bersiap-siap menjaga kemungkinan masuknya musuh. Sehingga akhirnya pada 31 Juli 1947 pecahlah pertempuran yang heroik antara pelajar TRIP dengan tentara Marine Brigade belanda yang didukung dengan tank jenis AMTRACK. Pertempuran yang tidak seimbang ini berlangsung 5 jam dan mengakibatkan gugurnya 35 pelajar TRIP di jalan Salak yaitu sebelah barat Gereja Idjen.
Ada adegan dimana Firdaus dan Fahri berperan pelajar pejuang yang tertembak. Mereka total memerankan pertempuran sengit tersebut. Menambah dramatis lagi ketika darah merah mengucur ditubuhnya. Belum lagi ilustrasi musik mendukung rasa haru ini. Tampak sejumlah keluarga MASTRIP jawa Timur dan penonton menitikkan air mata terharu dan tak kuasa membendung rasa sedih yang mendalam. Belum lagi saat Maghfirotul Laily dan Uki Hariyanto yang berperan sebagai bapak ibu ini beradegan mengendong Firdaus dan Fahri sebagai pelajar yang gugur dipertempuran. Sontak saja para penonton bertepuk tangan terharu dan serasa ikut dalam adegan tersebut. Rasa haru dan bangga bercampur jadi satu bagi pemain dan keluarga TRIP Jawa Timur yang hadir. Sementara itu Ika Tjandra Dewi dari keluarga besar TRIP tak kuasa menitikan air mata, berkali-kali dia mengusap matanya yang berkaca-kaca sejak awal fragmen. “Saya terharu atas penampilan anak-anak ini yang mampu menampilkan suasana pertempuran jalan Salak,”ujarnya.
Bagi Mafi panggilan Magfiroh, pelatih fragmen ini ada banyak sukanya, karena senang mendapatkan kesempatan bisa mengedukasi anak-anak tentang sejarah. Bagi wanita alumni UMM ini, pembelajaran sejarah tidak hanya mengenalkan saja melalui cerita sejarah. Namun bagaimana mereka dapat terlibat hingga memeragakan secara langsung terkait jalan cerita sejarahnya. “Anak-anak senang sekali memakai pakaian seperti jaman dahulu baik dari penjajah maupun pejuang.” ujarnya. Apalagi mengenalkan senjata yang digunakan pelajar pejuang TRIP pada pertempuran 31 Juli 1947. Selain itu fragmen sejarah ini dapat membentuk karakter siswa, serta mengajarkan nasionalisme dijiwa mereka. Belum lagi saat berlatih, Mafi dan ayahnya dapat melihat tingkah lucu mereka saat latihan. Mereka berlatih selama 2 minggu dan dilaksanakan setelah jam pelajaran sekolah usai.
Semangat siswa SDN Gadang 1 untuk tampil pada Sarasehan TRIP ini sangat hebat. Semenjak berkumpul di sekolah hingga harus naik Bis Sekolah menuju Aula Gedung Museum Brawijaya, mereka tampak senang. Sepanjang naik bus pun mereka menunjukan kegembiraanya. Bukannya hanya bangga tampil dihadapan peserta sarasehan saja, namun harapannya mereka dapat menampilkan sejarah dengan cara yang kreatif. (djaja)