Pena dan Sangkur untuk Bangsa, bukti perjuangan TRIP mempertahankan dan mengisi Kemerdekaan
Demikian judul makalah Dr. R. Reza Hudiyanto pada Sarasehan Kuteruskan Perjuangan Sampai Akhir Jaman yang diselenggarakan oleh MASTRIP Jawa Timur pada Senin 29 Juli 2024 di Aula Museum Brawijaya Malang. Pada kesempatan tersebut dipaparkan juga materi dari narasumber lainnya, seperti Hayono Isman, Prof. Mashudi dan Letkol. Kav. Tutur S. Sarasehan tersebut diikuti oleh kurang lebih dari 450 pelajar dan mahasiswa serta keluarga besar TRIP Jawa Timur. Hadir pula dalam sarasehan itu Pj. Walikota Malang beserta jajaran dan perwakilan komunitas pelestari nilai sejarah Malang Raya.
Kalakjarahdam V Brawijaya Letkol Kav. Tutur S membawakan tema Wawasan Kebangsaan kepada peserta sarasehan yang didominasi pelajar. Sedangkan Hayono Isman (PP TRIP) putra Pahlawan nasional Mas Isman menyampaikan pesan tentang peran generasi muda dalam memupuk nasionalisme bangsa. Sementara itu hadir pula Prof. Mashudi (akademisi Universitas Airlangga, keluarga TRIP jatim) yang menyampaikan materu nasionalisme dan patriotisme di era digital.
Dr. R. Reza Hudiyanto menyampaikan dalam paparannya bahwa pelajar pejuang yang tergabung dalam Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) berusia 14-18 tahun. Mereka terlibat aktif pada Revolusi Kemerdekaan 1945-1949 dan puncaknya terlibat pertempuran jalan Salak Malang pada 31 Juli 1947. TRIP Jatim terlahir melalu proses pembentukan mental dan fisik yang cukup kuat. Serta dipengaruhi oleh perubahan lingkungan yang cepat. Sehingga menuntut pengambilan inisiatif yang tepat pada setiap persoalan. Sebagai pelajar mereka dituntut untuk segera menyelesaikan pelajarannya, namun ketika ibu pertiwi memanggil maka mereka turut berjuang. “Selain belajar dan berjuang, anak-anak TRIP juga kerap bersenang-senang khas anak muda,” ujar dosen Jurusan Sejarah UM ini.
TRIP juga menyadarkan pada kita bahwa mempertahankan kemerdekaan bukan sesuatu yang mudah diperoleh. Ini tercermin adanya Agresi Militer pertama Belanda yang bersandikan Operatie Product untuk merebut kembali kantong-kantong sumber daya alam. Pendaratan pasukan Belanda di Pasir Putih Situbondo pada Juli 1947 mendorong gerilyawan dan lasykar yang ada untuk bersiap. Tak tertinggal pelajar pejuang TRIP untuk menyongsong kehadiran Belanda kembali.
Tentara Pelajar yang bergabung pada TRIP Jawa Timur terbagi dalam 5 kompi dimana masing-masing kompi memiliki daerah operasi yang berhimpitan dengan daerah karesidenan. TRIP yang berada di Malang merupakan kompi 5000 dibawah komando Susanto pelajar senior dari SPMT (sekolah pertanian menengah tinggi).
Kehadiran Belanda yang masuk kota Malang disambut dengan siasat Malang Bumi Hangus mengakibatkan dibakarnya kurang lebih 1000 bangunan. Hal ini juga membuat lumpuhnya kehidupan ekonomi,karena banyak warga kota menyingkir keluar kota. Pertempuran jalan Salak di sebelah barat kota Malang mengobarkan jiwa nasionalis dari para pelajar pejuang TRIP. Akibat pertempuran tidak seimbang ini adalah gugurnya 35 pelajar di area pacuan kuda. Tak sampai disitu, komanda TRIP batalyon 5000 Susanto Darmojo juga turut gugur bersama rekan seperjuangannya. Sehingga pada akhirnya 35 jasad tersebut dimakamkan dalam satu pusara di jalan Salak yang sekarang menjadi jalan Pahlawan TRIP.
TRIP juga memberikan pesan kita untuk selalu disiplin serta mengingatkan bahwa pertempuran ini adalah perang semesta. Semua rakyat Indonesia terpanggil untuk mempertahankan kemerdekaan. Sehingga kita tetap merdeka hingga kini. (djaja)