Art and Culturehistory

Sejarah Singkat Pertempuran Pelajar Pejuang TRIP pada 31 Juli 1947 di Jalan Salak Malang.

Ternyata setelah 76 tahun peristiwa heroik pertempuran Pelajar Pejuang TRIP di Malang meletus, masih banyak warga masyarakat yang belum memahami. Ada beberapa hal yang mungkin hal itu bisa terjadi, salah satunya adalah kurangnya pewarisan sejarah kepada generasi penerus. Oleh karena itu penting kiranya memahami sejarah singkat pertempuran pelajar pejuang TRIP pada 31 Juli 1947 di Jalan Salak Malang.

Adanya peristiwa Agresi Militer Belanda Pertama yang dilancarkan pada 21 Juli1947, sedikit banyak merupakan ancaman bagi kotapraja Malang khususnya pada masyarakat kota itu sendiri. Kota Lawang sebagai daerah perbatasan pun jatuh pada 23 Juli 1947 dalam operatie product. Organisasi pertahanan Jawa Timur dan Malang saat Agresu Milter Belanda itu terbagi dalam beberapa satuan komando. Pimpinan Markas Besar pertempuran Jawa Timur dipimpin Jenderal Mayor drg. Moestopo yang perintahkan Divisi 7/Untung Suropati terdiri 3 resimen yaitu resimen 38, resimen 39 dan resimen 40. Sedangkan Komandan Divisi 7/ Untung Suropati pimpinan Jenderal Mayor Imam Suja’i yang perintahkan resimen 38. Kemudian Resimen 38 yang dipimpin Letkol Hamid Roesdi membagi 3 sektor pertahanan, sedangkan Batalyon 5000/TRIP Bertahan di sektor Barat sepanjang jl idjen sampai dinoyo.

Secara umum kota Malang memiliki nilai strategis untuk dijadikan kembali Pangkalan Militer Belanda demi amankan hasil sumberdaya alam. Mendengar berita itu seluruh pasukan TNI dan laskar-laskar lain yang berada di Kota Malang dan sekitarnya mulai untuk menyiapkan diri. Tak terkecuali Pasukan TRIP yang merupakan singkatan dari Tentara Republik Indonesia Pelajar turut serta membela bangsa. Pasukan TRIP yang berada di kota Malang adalah bagian dari Brigade VII batalyon 5000. Mereka yang sehari-harinya adalah pelajar yang tidak rela kotanya akan diduduki oleh Pasukan Belanda.

Pasukan TRIP Batalyon 5000/Malang terdiri dari pelajar yang berasal dari Sekolah Pertanian Menengah Tinggi (SPMT), Sekolah Pertanian Menengah (SPM), Sekolah Menengah Tinggi (SMT). Juga ada yang berasal dari pelajar Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Teknik (ST). Pasukan TRIP yang terlihat seperti anak-anak muda ini sangat disiplin dan kreatif.

Dengan bermodal semangat patriotik, Pasukan TRIP yang terdiri dari prajurit-prajurit muda usia antara 15-18 tahun tersebut, tak gentar ikut juga berperan dan berjuang dalam mempertahankan kota Malang. Bersenjatakan senjata rampasan campuran dari tentara pendudukan Jepang, namun mereka dapat memanfaatkan senjata tersebut untuk mempertahankan kemerdekaan. Dengan semboyan “Belajar, bertempur dan bersenang-senang,” menjadikan mereka adalah sekelompok anak muda bersenjata yang siap diturunkan di medan laga.

Setelah mendengar bahwa Brigade Marinir Belanda mulai mendekati daerah lawang, kontan saja rakyat dan laskar bersiap melakukan penghadangan untuk menahan laju pergerakan musuh. Banyak upaya yang dilakukan untuk memperlambat gerak pasukan Brigade Marinir Belanda tersebut. Salah satunya adalah menebang pohon disepanjang jalan Singosari Malang dan membakar bangunan-bangunan penting. Peristiwa pembakaran sebanyak kurang lebih 1000 bangunan kantor pemerintah, hotel, bioskop, sekolah dan pertokoan serta rumah penduduk ini disebut juga peristiwa “Malang Bumi Hangus“. Laskar dan pejuang membakar kota Malang mulai tanggal 29 Juli 1947, pemerintahan dan masyarakat mengungsi ke daerah pedalaman seperti Bululawang, Gondanglegi, Pujon, Pakis hingga Malang Selatan.

Sebagian besar Laskar dari berbagai kesatuan mulai bergerak dengan siasat mundur, namun komunikasi saat itu belumlah sempurna. Pasukan TRIP yang baru saja membantu pertempuran di Porong, memutuskan kembali ke kota Malang. Adanya perintah Staff Divisi Untung Suropati pada 22 Juli 1947 yang memberikan arahan kepada para pemimpin TRIP untuk merencanakan pertahanan Kota Malang. Hingga selanjutnya pasukan TRIP menyiapkan diri menjaga kota Malang. Beberapa titik pengintaian untuk mencegat kedatangan tentara Belanda mulai diaktifkan. Mereka mendapatkan informasi bahwa Belanda akan memasuki kota Malang melalui arah barat (Batu). Pasukan TRIP menempatkan pos tinjau di pojok Jalan Oro-oro Dowo (sekarang Jalan Brigjen Slamet Riyadi), Jalan Sumbing, Jalan Bareng Tenes dan Jalan Welirang. Keadaan kota Malang saat itu gelap gulita saat dimalam hari karena aliran listrik dipadamkan.

Namun pada kenyataannya Brigade Marinir Belanda memasuki kota pada jam 03.00 wib tanggal 31 Juli 1947 dengan rentetan bren carrier melewati jalur utama tengah kota. Sebelumnya pada 29 Juli 1947, Pasukan Belanda mulai melancarkan serangan udara secara masif dan melakukan photo udara atas kondisi Malang terkini. Mudahnya pasukan Belanda masuk kota tanpa perlawanan karena siasat Divisi Untung Surapati untuk mundur sambil membakar bangunan penting. Pasukan Brigade Marinir Belanda sempat menduduki kawasan Kayutangan dan sekitar alun-alun contong dekat Gereja Katholik. Sambil melihat keadaan posisi kubu perlawanan laskar termasuk pasukan TRIP. Terlihat banyak bangunan yang hangus terbakar. Balaikota Malang sebagai pusat pemerintahan pun sudah tampak tanpa atap lagi karena terbakar hebat. Dalam kondisi yang genting ini ternyata sebelumnya ada kericuhan antara Laskar Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) dengan TNI-Polisi pada 30 Juli 1947. Penyebab dari kericuhan ini masih belum jelas, diduga salah komunikasi strategi pertempuran.

Setelah menguasai keadaan di kawasan Kayutangan dan pusat kota termasuk kantor ANIEM (sekarang PLN) maka pasukan Belanda mencoba untuk maju ke arah barat dengan tujuan daerah perumahan Idjen. Dengan persenjataan lengkap Marine Brigade Belanda dilengkapi kendaraan tempur AMTRAC mulai bergerak dari kayutangan menuju jalan Semeru Malang.

Pos tinjau (intai) pasukan TRIP yang berada di jalan Lawu dan Taman Slamet yang dijaga oleh beberapa pasukan pelajar TRIP sontak aja kaget mendengar deru mesin Tank AMTRAC. Mereka dengan lari tunggang langgang menuju markas TRIP yang berada di Jalan Pandan nomor 5 dan sebagian lagi berlarian menuju asrama TRIP yang berada di jalan Salak. “Onok.. londo teko..londo teko!” teriak mereka kepada teman-temannya yang sedang beristirahat dan sarapan pagi. Sontak saja pagi itu pukul 10.00 wib, mereka segera bersiap dengan senjata ditangan. Gerak maju tentara Belanda terhenti di depan Gereja Idjen karena mendapatkan serangan dari anak-anak TRIP ini. Mereka bertempur tanpa mengenal rasa takut, setiap peluru yang mereka tembakan merupakan bukti bela bangsa dan negara.

Sebelum pertempuran di jalan salak, sempat juga Kompi TRIP Riyanto melancarkan serangan ke arah musuh dari rel lori yang berada di jalan Oro-oro Dowo. Pasukan TRIP menembakan karabin dan lemparan granat tangan. Serangan tersebut mengakibatkan pasukan Belanda mundur dan membelokan tanknya ke jalan Salak. Sehingga secara tiba-tiba muncul pasukan Belanda dari arah jalan Tanggamus, Jalan Dempo, Jalan Kerinci dan Jalan Gede menuju ke jalan Salak.

Pertempuran berlangsung cukup lama sekitar 5 jam hingga akhirnya AMTRAC tiba di lokasi pertempuran. Jelas saja pertempuran yang tidak seimbang terjadi antara Pasukan Belanda yang bersenjata kendaraan tempur lengkap dengan senjata berat dengan Pasukan TRIP yang hanya bersenjatakan jenis campuran seadanya saja. Maka terjadilah suatu pertempuran yang sangat sengit diantara keduanya, yang terjadi pada tanggal 31 Juli 1947 di Jl. Salak, Malang.

Melihat rekan-rekan TRIP yang ada di Asrama jalan Salak diberondong peluru oleh Pasukan Belanda, Komandan Batalyon 5000 Susanto Darmojo bergegas menuju jalan Salak dengan mengendarai motor besarnya untuk membantu pertahanan TRIP. Hingga pada suatu saat dia maju sendirian sambil membawa granat tangan untuk dilemparkan ke AMTRAC dengan tujuan hentikan gerak kendaraan tempur tersebut. Namun berondongan peluru senjata pasukan Brigade Marinir Belanda terlebih dahulu menghujam ke tubuh Susanto Komandan Batalyon 5000 tersebut. Dengan susah payah untuk bangkit dalam keadaan berlumuran darah, dia masih tetap berusaha melemparkan granat tangannya. Akan tetapi dengan cepat kendaraan AMTRAC berputar lebih dahulu dan melindas tubuh Susanto. Dia gugur seketika dengan tubuh yang hancur dilindas roda tank amphibi tersebut.

Melihat komandannya tewas, bukan malah melemahkan perlawanan pasukan TRIP namun ternyata malah membakar semangat untuk terus bertempur. Beberapa anggota TRIP yang sebelumnya bersembunyi di parit dan lorong-lorong got dekat pacuan kuda pun akhirnya turut melawan kembali. Namun pertempuran yang tidak seimbang tersebut akhirnya mengakibatkan gugurnya 35 orang “Pelajar Pejuang TRIP” sebagai Pahlawan Bangsa di sepanjang Jalan Salak. Sementara dari pihak Belanda yang tewas sebanyak 5 orang. Dalam pertempuran tersebut pasukan TRIP menunjukan patriotisme dan heroisme yang luar biasa. Mereka bertempur dengan semangat, gagah berani dan pantang menyerah sekalipun nyawa jadi taruhannya. Mereka gugur dalam mempertahankan kota Malang. Anak-anak TRIP membuktikan sumpahnya, “Indonesia merdeka di pagi hari, Pemuda Indonesia siap mati di sore hari.” Bagi pasukan TRIP gugurnya rekan seperjuangan menjadi penambah semangat untuk mengusir penjajah dari Bumi Pertiwi.

Ketika kota Malang sudah direbut tentara Belanda pada 31 Juli 1947, anak-anak TRIP sempat mengubah sebuah lagu untuk tetap mengobarkan semangat ditengah kedukaan atas gugurnya rekan perjuangan mereka. Liriknya sebagai berikut:

“Mari kawan-kawan menuju Kota Malang// yang telah lama terpaksa kita tinggalkan//

Mari rebut kembali dari tangan musuh// Mari kita serbu kita halau dengan musnah//

Hai pemuda-pemuda harapan bangsa//

Ingat kewajiban Kota Malang menanti sudah, pahlawan jang perwira//

Tabahkan hatimu// tiada gentar Dwiwarna harus berkibar pula di Malang yang megah.”

Setelah selesai pertempuran tersebut, ke 35 jasad para Pejuang TRIP oleh masyarakat setempat pada sore harinya dimakamkan secara masal dalam satu pusara yang diberi penanda sebatang pohon pisang. Kemudian hari tepatnya pada 10 Nopember 1959 disempurnakanlah komplek Taman Makam Pahlawan TRIP dengan prasasti tulisan tangan asli Bung Karno Presiden Pertama Republik Indonesia. Atas dasar peristiwa pertempuran tersebut dan banyaknya korban dari Pelajar Pejuang TRIP, maka nama Jalan Salak sekarang berganti nama menjadi Jl. Pahlawan TRIP. Nama-nama pahlawan TRIP yang gugur tersebut diabadikan dalam plakat di makam Pahlawan TRIP pada sisi timur.

Di tahun 2008, berdasarkan Surat Keputusan Walikota Malang no. 188.45/220/35.73.112/2008, tanggal 5 Mei 2008, ditetapkan menjadi Kawasan Benda Cagar Budaya Kota Malang. Selanjutnya taman Pahlawan TRIP diubah namanya menjadi MONUMEN PAHLAWAN TRIP. Untuk mengenang pertempuran Pelajar Pejuang TRIP yang akibatkan gugurnya 35 orang tersebut. Maka setiap tanggal 31 Juli dikenang sebagai “Peringatan Peristiwa Pertempuran Jalan Salak Malang” yang dilaksanakan dengan mengadakan Ziarah dan Tabur Bunga. Selain itu juga diselenggarakan acara renungan suci bersama keluarga paguyuban TRIP di Monumen Pahlawan TRIP tersebut. (disarikan dari berbagai sumber)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?