Legenda Kota Malang, Lodjie Freemason 89 (Mason 52)
Menyusuri kota Malang dengan hati yang terbuka ternyata berikan pengalaman baru yang menarik, terlebih susuri kota dengan berjalan kaki. Kali ini kuarahkan kakiku ke sebelah timur alun-alun kota Malang. Tepatnya menyusuri jalan Aris Munandar yang dikenal dengan banyak bengkel setting body dan pelek motor yang masyur pada era tahun 1990an. Bila kita amati ternyata di banyak bangunan yang sarat sejarah masa lampau. Sebut saja ada bangunan kantor Aniem perusahaan listrik era kolonial Belanda, bangunan ex, chinese school di aris munandar 62 , serta bangunan Mason 52 yang sekarang berfungsi sebagai tea cafe house.
Ada yang merarik ketika mengamati bangunan mason 52 ini, konon bangunan ini mulai dibangun tahun 1913 selanjutnya resmi dipergunakan pada 11 April 1914. Bangunan mason 52 dibangun oleh tarekat mason setelah tanahnya dibeli dari seseorang yang berkuasa saat itu. Freemason sendiri yang masuk ke kota Malang pada tahun 1901, namun sebenarnya sudah ada jejak pengikut mason sejak 1860an. Yaitu ketika daerah Malang menjadi perkebunan kopi, tebu dan karet. Sebagai perkumpulan yang banyak diikuti oleh orang-orang kaya, terpandang di sosial masyarakat dan berpendidikan tinggi. Tarekot Mason Malang membeli lahan di daerah Temenggoengan untuk aktifitas sosial terutama adalah aktifitas pendidikan.
Termasuk membangun perpustakaan kota dengan koleksi terlengkap di masa itu. Perpustakaan tersebut didirikan di lantai 1 bangunan Mason 52 yang saat itu dikenal dengan Lodegebouw. Terdapat koleksi buku-buku militer yang sangat komplit. Selain perpustakaan dan ruang baca juga ada Frobeleschool dan Neutrale school (yaitu sekolah yang tidak berafiliasi pada agama tertentu). Keberadaan Froebelschool dan Neutrale school merupakan hasil dari “divisi pendidikan” kelompok freemasonry. Montesoryschool, setara frobelschool semacam PAUD atau TK dengan metoda pendidikan khusus. Sedikit berbeda dengan silabus pendidikan Hindia Belanda saat itu. Didirikan pula Neutrale Onderwijs milik komunitas Feemasonry, termasuk sekolah kartini School di daerah bareng klodjen.
Aktifitas tarekot Mason ini sebelumnya menempati bangunan di kayutangan Militair Tehuis, konon sekarang ada di toko Riang lalu pindah ke daerah Talun sekitar jalan Arif Rahman Hakim sekitar kantor Tiki atau sebelah barat pabrik rokok Banyu Biru. Selanjutnya aktifitas Freemason bergeser ke daerah rumah Temenggoengan mulai 1914. Saat dipergunakan sebagai lodge, bangunan ini dikenal juga sebagai bangunan lodjie freemason nomor 89. Dan selanjutnya tarekat ini mulai tahun 1920 menambah Sirius lodge di jalan Welirang. Serta berpindah bangunan Marconnike lodge yang jadi aset tarekat di jalan Cerme (sekarang hotel Shalimar) pada 1 April 1933.
Pada saat Marconnike Lodge di jalan Cerme sudah dibangun, selanjutnya gedung Mason 52 ini di pakai jadi kantor Steuncommitee. Yaitu sebuah organisasi yang berikan dukungan sosial bagi para pengangguran, semacam jaminan sosial untuk hidup. Kemudian pada era sebelum masuknya pendudukan Jepang di Malang, bangunan Lodge ini sempat dipergunakan sebagai kantor salah satu partai Lokal bentukan Belanda. Partai yang dimaksud yaitu NSB (Nationaal-Socialistische Beweging). Sebuah partai yang berideologi Fasis (Nazisme) beraliran Ultra Nasionalisme. Saat itu memang paham sosialisme menjadi salah satu aliran yang cukup menonjol di eropa.
Bangunan mason 52 ini adalah bangunan bercirikan arsitektur new indies dengan art deco yang kental. Memiliki dua lantai dengan model balkon kecil dilantai dua yang menghadap ke jalan Aris Munandar. Awal dibangunnya bangunan ini memiliki lahan yang cukup luas di sebelah baratnya. Bagian tengah sebagai pintu bangunan, awalnya memiliki tangga yang langsung menuju lantai dua, hampir sama dengan model tangga di bangunan Balaikota Malang. Entah mengapa tangga tersebut telah dibongkar namun masih tampak jelas bekas tangga menuju lantai 2 yang indah. Railing anak tangganya pun terlihat kokoh terbuat dari besi cor solid dengan ornamen yang indah. Pada lantai 1 disisi timur bangunan ini dibangun perpustakaan yang memiliki koleksi buku paling lengkap pada jamannya.
Konon saat pemindahan aktifitas Freemason ke daerah Welirang dan Cerme, semua buku koleksi dipindahkan ke Balaikota Malang. Namun kabarnya buku koleksi ini turut terbakar saat pembakaran hebat pada peristiwa Malang Bumi Hangus pada Juli 1947 yang turut menghanguskan Balaikota Malang. Sedangkan di lantai dua, kita bisa menikmati balkon dan ruang pertemuan yang biasa dipakai ritual Freemason yang bercirikan lantai warna hitam dan putih. Saat ini lantai hitam dan putih masih ditemui dilantai 2 bangunan.
Keberadaan bangunan Mason 52 ini pun tak lepas dari perkembangan jaman. Masyarakat sekitar kelurahan Sukoharjo mengenal bangunan tersebut sebagai bekas pabrik permen. Hal ini pun tidak lepas dari keberadaan produksi permen merek Winston, Semar dan Brisse yang pernah berproduksi pada era 1980an oleh PT. Ismaya. Selanjutnya pernah dipakai untuk Salon kecantikan meski sebentar saja. Sempat juga bangunan ini menjadi sebuah Wihara keperluan ibadah dari keluarga pemilik bangunan. Setelah pemilik pindah domisili ke Jakarta, bangunan tersebut jadi jarang dipakai kecuali untuk parkir kegiatan kelurahan Sukoharjo.
Ada yang menarik di samping bangunan Mason 52, masyarakat sekitar menyebut gang atau jalan kecil menuju sebagai gang Setan. Mengapa hal ini terjadi?? Ada beberapa penyebabnya, kuat dugaan ini berawal dari masyarakat sekitar yang pada era kolonial sering melihat aktifitas ritual tarekat freemason di bangunan lodji tersebut. Ritual ini sering dilakukan pada malam hari dan menggunakan banyak lilin ataupun perlengkapan ritual lain yang dinilai masyarakat sebagai ketidakwajaran. Sehingga sering kali disebut juga bangunan ini sebagai omah setan. Namun ada yang menarik dari pengakuan sekitar juga menyebut bangunan ini sebagai kamar setan, dimana salah satu kamarnya sering dipakai ritual tertentu. Cak Muchtar salah seorang tokoh Temenggungan menyatakan saat kecil dia sering melihat sesosok wanita nonik belanda yang berada di lantai 2 dan berkelebat menuju bangunan lainnya.
Beberapa tokoh tokoh tarekat Mason di Malang adalah Gerrit Lavalette pendiri Kliniek LaValette, dan ex Montessori School;
TK Santa Maria 1 (?): ex Froebelschool; Kosayu, ex NLS. Bussemaker yang juga Walikota Gemeente Malang pertama, diduga penganut tarekot Mason. Selain itu juga seorang patih kabupaten Malang yang makamnya berada di komplek makam Gribig sebagai bagian dari tarekat ini. Aktifitas mereka banyak terkait dengan pendidikan dan kegiatan sosial. Selain warga Belanda, tarekot juga terbuka untuk anggota dari bumiputera dan tionghoa.
Mengunjungi gedung atau sesuatu yang berhubungan dengan simbol-simbol tarekat freemasonry memang punya daya tarik sendiri. Di kota Malang, jejak Freemason masih dapat ditemui di makam Sukun, bangunan Mason 52, Hotel Shalimar, toko Riang di Kayutangan dan masih banyak lagi. Untuk tinggalan yang masih ada dan cukup komplit di Indonesia, selain di Malang yaitu di kota Surabaya. Terdapat 3 (tiga) gedung dengan simbol mason dan makam. Tanda tersebut dapat dijumpai di Gedung Sanggar Penerangan, Gedung BPN, Gedung Asuransi (Gedung Singa). Sedangkan pemakaman yang ada jejak Freemason ada di makam Peneleh, makam Kembang kuning. Gedung Gereja Katolik Bebas masih terdapat berupa plakat berlogo tarekat . Sedangkan tokoh tarekat yang terkemuka di Surabaya adalah Ny. Van Cattenburgh.
Namun sejak tanggal 21 Februari 1961, pemerintah Orde Lama dibawah kepemimpinan Soekarno melarang semua aktifitas freemansonry di Indonesia melalui Undang-undang Komando Tinggi Militer. Selanjutnya diperkuat dengan keputusan Presiden nomer 264 tahun 1962. Dengan demikian berakhirlah aktifitas freemason di Indonesia. (Aboe)