Membangun Kota Malang yang dinamis berbasis sejarah.
Diskusi menarik perkembangan kota Malang dalam dinamikanya kemarin Senin 8 Januari 2024 digelar. Menampilkan narasumber Ir. Budi Fathony MTA, akademisi ITN Malang dan admin Facebook Malang Djaman Lawas, Amir. Diskusi bertempat di Cafe BB 7 Food Fuction yang berada dijalan Bukit Barisan nomor 7 Malang. Acara berlangsung dimulai pukul 16.00 wib hingga magrib, dihadiri kurang lebih 30 orang yang memenuhi lantai 2 food fuction tersebut. Tajuk diskusi adalah membangun kota Malang tidak meninggalkan sejarah dan tidak ketinggalan jaman. Bertindak sebagai moderator adalah Sam Ayik dari Meneer.id.
Pada diskusi tersebut Budi Fathony memaparkan bagaimana membangun Malang dengan tidak meninggalkan sejarah kota. Sedangkan dalam memperhatikan perkembangan sejarah Kota Malang itu, keberadaan dinamika kota berdasarkan sejarah, bukanlah ketinggalan jaman. Sebagai akademisi yang memiliki disiplin ilmu arsitektur, dia merasakan perkembangan wajah kota Malang secara visual belum mampu menggambarkan karakter dan sejarahnya. Termasuk perkembangan kawasan Kayutangan yang masih terkesan belum nampak sinergitas konsep dan arah kebijakan penataannya. Sebagai anggota TACB kota Malang periode 2017-2021, Budi juga menyampaikan pengalamannya dalam mengelola isu kecagarbudayaan dengan mendorong peran serta masyarakat. Hal ini sejalan dengan amanah UU 11 tahun 2010 tentang Cagar budaya dan Perarturan Daerah Kota Malang nomor 1 tahun 2018 tentang Cagar Budaya.

Dia menawarkan konsep pembangunan kota Malang berbasis pada kajian history atas Bouwplan yang telah disusun oleh Gemeente Malang. Keberaadaan Bouwplan masih sangat relevan dengan perkembangan kota Malang. Kala itu tahun 1917, Thomas Herman Karsten mencetuskan ide sungai menjadi Landscaping Bouwplan Gemeente Malang dengan instrumen memperindah kota dengan membangun jembatan Celaket dan jembatan Mojopahit. Disamping itu Gemeente Malang juga meluncurkan Bouwplan 1-8 yang menjadi dasar rencana penataan kota hingga saat ini.
Sementara itu hadir mewakili komunitas Malang Djaman Lawas (MDL 1412) adalah Amir seorang pegiat kemasyarakatan yang juga ketua FKA LPMK kecamatan Lowokwaru. Dia menyatakan bahwa MDL 1412 saat ini mampu menarik anggota sebanyak 21.991 akun ldi media sosial Facebook. Sebagai group Facebooj yang berpengaruh, MDL 1412 berdiri sejak tahun 2014 tepatnya pada bulan Desember. Sempat berubah nama group sebanyak 7 kali, karena adanya persamaan nama dengan lembaga/komunitas lain. Beberapa pendiri MDL 1412 sudah meninggal dunia, termasuk Almarhum Yus Yasman, sehingga pendiri MDL 1412 yang masih eksis adalah Zainal, Amir, Uni Cheko, Nimas Naning. Untuk meningkatkan peran serta kelompok muda, maka MDL 1412 melibatkan generasi milenial sebagai admin yaitu Maria dan Amir sendiri. MDL 1412 juga bertujuan untuk mengabadikan malang dengan cara malangan melalui photo dan cerita dibalik photo itu sendiri. Kedepan MDL 1412 memiliki keinginan untuk menyampaikan pembelajaran boso walikan ke sekolah-sekolah di kota malang walaupun hanya sejam saja.
Dalam diskusi yang cukup hangat tersebut, Sunaryo salah seorang peserta mempertanyakan keberadaan Loko Lori warna kuning yang berada di kawasan Kayutangan. Dia memandang bahwa keberadaan Loko tersebut menyimpang dari sejarah kawasan Kayutangan. Secara historis bahwa yang melintasi kayutangan adalah kereta Trem Malang Stoomtram Maatschappij (MSM) yang beroperasi pada 27 April 1901. Dengan melayani relasi Kotalama-Blimbing-Tumpang. Sedangkan jalur lori melintas disisi barat kota Malang. Mulai dari pabrik gula Kebon Agung menuju utara kota melewati daerah mergan, Langsep, gading kasri, lapangan pacuan kuda hingga ke derah bantaran.
Disela-sela acara juga hadir pegiat kota Blitar yang berkeinginan untuk membangun Blitar menjadi kawasan heritage seperti di kayutangan. Nampak pula Agung H Buana pegiat sekaligus penikmat sejarah kota. Dia menyambut baik diskusi semacam ini yang bertujuan memberikan edukasi kepada masyarakat. Dimana akan tumbuh kesadaran untuk menjaga heritage kota dan mengawal perkembangan kota berbasis pada kesejarahan. “Kota Malang yang memiliki literasi sejarah cukup panjang perlu memasukan dinamikan sejarah dalam perencanaan kota,” tuturnya. (Djaja)