Art and Culturejourneymaestromusic

Perjalanan Panji Laras Svara, World Music dari Malang

Perjalanan musikalitas Panji Laras Svara memang baru seumur jagung, namun kualitas dan dinamika pengkayaan bermusiknya cukup pantas disebut musik kelas dunia. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Sebuah alunan musik sekelas dunia adalah musik yang mampu dibawakan secara universal serta mampu membawa pesan-pesan kehidupan. Panji Laras Svara– mampu menyajikan tema sosial, pesan perlindungan alam, penghargaan bagi peran kemanusiaan, menjadikan musik etnik sebagai latar belakang bermusik yang totalitas.

Kelompok musik Panji Laras Svara dilaunching sekitar bulan Oktober 2021 tepat dimana pelonggaran protokol kesehatan untuk pertama kalinya dilakukan. Memanfaatkan moment tersebut, digelarlah sebuah peluncuran group musik etnis yang universal di Mesem Cafe and Art Galery Tumpang Malang.

Bermula dengan diskusi kecil antara Agus Wayan panggilan akrabnya adalah Aak, dengan Syafril, Joko Tebon beserta istrinya Siti Nurvianti di lembah Moong Tumpang. Mereka mendiskusikan kegelisahan atas perkembangan musik di wilayah Malang pada masa pandemi dimana musisi tidak bisa bergerak kreatif secara live. Mereka sepakat dan tergerak untuk berbuat sesuatu, sehingga disepakati untuk membuat kelompok musik. Maka sepakat membuat suatu kelompok musik untuk sosial lingkungan dan edukasi musik kreatif di masyarakat. Tercetuslah ide bersama untuk membuat tour 8 desa

Saat itu dimulai dari formasi Agus Wayan pemain alat dawai gitar dan kendang, Siti seorang perempuan yang mampu bermain alat musik perkusi ritmis yang sudah jarang dimainkan dan Joko Tebon memainkan musik reggae sambil bergitar. Kemudian bergabunglah Syafril Firdaus seorang musisi yang mahir pada alat musik tiup semacam suling, terompet dan sebagainya.

Ada kisah yang menarik dari diri Syafril dimana memilih bertani Jeruk di Tumpang karena kecintaannya pada Indonesia sebagai surga dunia, padahal dia pernah bermusik di Jerman dan Eropa selama 24 tahun. Kemudian muncullah nama Abink, mahasiswa muti talenta pemain Ukulele dan selanjutnya formasi semakin lengkap dengan hadirnya Iwan “fals” Dongkel, karena grup ini harus merakyat dan banyak warna maka sepakat mengajaknya sebagai vocalis dan berpengalaman di seni teater pertunjukan.

Selanjutnya atas ajakan dia pula dimeminta Mohammad sebagai bassis. Untuk melengkapi formasi, Agus Wayan mengajak Oceb seorang drummer musik rock untuk mengisi perkusi drummer. Mereka bersama-sama dalam formasi awal memberikan nama kelompok musiknya adalah Nang Ning Nong Gung.

Musikalitas mereka cukup unik apabila ditilik dari profesi sehari-harinya. Sebut saja Agus Wayan seorang edukator musik kreatif pada dunia pendidikan, Iwan Dongkel berprofesi sebagai tukang konstruksi rumah dan Mohammad sebagai tukang service elektronik. Belum lagi Oceb yang berbisnis kuliner, lalu Siti sang peracik rempah-rampah di Cafe Mesem. Selanjutnya Syraif dan Joko Tebon yang sama-sama bertani dan pegiat lingkungan hidup.

Penampilan perdana kelompok ini bermain di Gubuk Sufi Jabung sebagai awal karir musikalitas mereka secara berkelompok. Selanjutnya pentas Nang Ning Nong Gung diikuti dengan pementasan kolaborasi dengan Ardhi Dalang. Sehingga semakin lengkaplah formasi musik yang mengusung konsep universal ini.

Selanjutnya dengan pemikiran dan pendalaman atas ide musikalitas, mereka sempat berkonsultasi kepada Dwi Cahyono sejarahwan, untuk dapat memberikan masukan atas permainan kelompok ini. Atas diskusi tersebut tercetuslah sebuah ide untuk merubah nama group musik yang mereka mainkan dari Nang Ning Nong Gung menjadi Panji Laras Svara. Ide nama ini berasal dari kata sansekerta dimana menyertai kata Panji (dicetuskan oleh Syafril) dan ditambahkan dengan Laras Svara (oleh Dwi Cahyono) . Dimana musik yang merdu akan terdengar semakin indah apabila di “laras” dengan baik oleh pelaras suara (svara).

Keberadaan Panji Laras Svara sebagai kelompok musik alternatif perlu untuk dilaunching. Sehingga pada bulan Oktober 2021, bertempat di Mesem Cafe Tumpang dilakukan peluncuran Panji Laras Svara dengan konsep kolaborasi. Tampil bersama Panji Laras Svara adalah Anggar (duo etnic), Nova Sinden (dkross), Boim (reaper), Palet (perkusi) dan Tarian Sufi dari Gubuk Sufi asuhan Gus Muhammad serta Ki Sholeh sebagai dalang dan pendoanya.

Masih banyak nama-nama seniman yang ikut membesarkannya, sebut saja Yusuf Muntaha (Mooi indie) yang sukses mengenalkan Panji Laras Svara pada perwakilan mahasiswa se Indonesia dalam Festival Nusantara di Universitas Kanjuruhan Malang. Selanjutnya pentas di ajang Festival Mboiss berhasil membuka jejaring komunitas kreatif hingga akhirnya single “Sound of Bromo”menjadi musik pengiri tarian performance dari Winarto Ekram. Berbagai festival pun akhirnya dilalui seperti tampil di Festival Sufi nusantara, dan dikarenakan kesibukan Oceb mundur dari Panji Laras Svara.

Di mini konser yang digelar di EJSC pada peringatan HUT kota Malang yang ke 108 tahun, Saat membanggakan adalah Panji Laras Svara diajak untuk pembuatan video clip Malang Bangkit oleh managemen Vicky. Panji Laras Svara mampu membuktikan diri bahwa seniman pun mampui berbuat dan sumbangkan karyanya untuk kemajuan sebuah kota.

Dari launching tersebut ternyata membuka banyak gerbang baru dalam berkesenian musik. Sebut saja Tour 8 Desa yang fenomenal, dimulai dari desa-desa di sekitar Jabung, selanjutnya desa yang berada di Blitar, Poncokusumo, Pacitan, Batu dan diakhiri di Banyuwangi. Panji Laras Svara berhasil menyuguhkan paduan rancak musik yang beraneka genre. Ramuan musik Panji Laras Svara yang saat ini beranggotakan Agus Wayan, Safril Firdaus, Joko Tebon, Mohammad Iwan Dongkel, Zakky, Nova Sinden dan Siti Nurvianti serta Yoyok Fox berhasil membius penggemarnya.

Di tiap perfom Panji Laras Svara juga beredukasi dengan materi seni pertunjukan bersama Mbah Yongki Irawan. Seni pertunjukan yang dimaksud adalah pengenalan permainan Nyai Putut dan Bambu Gila. Sedangkan terkait materi limbah plastik dilakukan kolaborasi bersama Taufik Saguanto (Museum Hotbottles). Selanjutnya untuk memberikan nilai religius bersama Sahrul diajarkan tarian sufi yang tenang.

Bagi penikmatnya musik Panji Laras Svara sangat terdengar tradisional etnik njawani, bernafaskan musik balada diramu reggae kroncong dan arabian. Sebagian lainnya menilai musikalitas Panji Laras svara sebagai musik Yoga bahkan Sound of Healing, sebuah musik universal yang disandingkan dengan musik dunia.

Tidak berlebihan apabila kedepan Panji Laras Svara menggaungkan untuk pentas di 8 negara sebagai musik pembawa pesan perdamaian yang dapat diterima semua umat manusia. Perlu kerja keras lagi dan pembuktian bahwa kelompok musik ini tetap solid dan bisa memainkan peran sebagai kolaborator atas potensi individu masing-masing personilnya. (AHB)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?