PUTHU, Si Kue Legit yang Merindu by Ampri Bayu
Sebuah kudapan dengan gula merah yang melumer jika digigit, adalah sebuah kudapan kerinduan semasa kecil yang sangat berharga. Jajanan tradisional yang di jajakan dengan pikulan dan alat masak yang bersuara mirip seruling dengan nyaring sangat mengusik nostalgia kita, kehangatannya dengan aroma pandan yang khas membuat kudapan ini selalu menjadi teman menikmati dingin malam. Siapalagi kalo bukan si kue puthu.
Jajanan putu diduga merupakan hasil akulturasi perpaduan budaya kuliner Nusantara dengan kuliner Tiongkok. Dalam jurnal dari Dewi, Desak Nyoman Yunika, Rediawan, I Made, & Diantari, Ni Kadek Yuni. “Nostalgia Rasa: Mengulang Manisnya Kenangan Analogi Kue Putu Dalam Busana Feminim Romantic” (2022), penganan ini telah ada dimasa Dinasti Ming sekitar 1200 tahun yang lalu. Pada masa itu penyajiannya bersama dengan secangkir teh Longjin. Di Tiongkok sendiri, kue ini dinamakan Xian Roe Xiao Long yang berarti kue dari tepung beras berisi kacang hijau yang amat lembut dan dikukus dalam cetakan bambu. Sedangkan khusus di Nusantara, nama puthu sendiri muncul pada karya sastra Jawa naskah manuskrip serat centhini.
Wedang kahwa gula têbu, saringên têpas kang rêsik, nyanyamikan puthu-têgal, carabikang mêndut koci, sêmar mêndêm buntêl dadar, kinopyok ing santên kanil. ‘Wedang ronning blimbing wuluh, sing anyêp rêndhêmên warih, rêrêmikaning dhaharan, criping kaspe criping linjik, pisang gorèng nganggo gula, criping tela karag gurih’
Serat Centhini ini atau lengkapnya Centhini Tambangraras-Amongraga merupakan ensiklopedia Jawa yang paling lengkap dengan memuat beragam khasanah yang terbungkus dalam bait-bait tembang Jawa dalam cerita Amongraga, serat itu ditulis pada tahun 1814 sampai 1823 oleh sebuah tim yang dipimpin Adipati Anom Amangkunagara III, putera mahkota Kerajaan Surakarta, yang kemudian jadi raja dengan gelar Sunan Paku Buwana V (1820-1823). Anggota tim penulis itu terdiri atas Kiai Ngabei Ranggasutrasna, Kiai Ngabei Yasadipura II, dan Kiai Ngabehi Sastradipura. Dari sekian banyak kudapan yang diabadikan Centhini, salah satunya adalah kue puthu.
Di naskah serat itu, kue puthu hadir pada desa Wanamarta (desa ini kemungkinan besar berada di Probolinggo apabila melihat dari rute perjalanan pelaku cerita naskah, Syekh Amongraga dan Tambangraras). Dalam serat itu kudapan tersebut disajikan pada saat sarapan pagi, disediakan bersama kudapan-kudapan yang lain.
Puthu berasal dari bahasa Jawa yakni Puthon, yang bermakna bundar atau lingkaran. Sementara dalam bahasa Bali, kue ini disebut juga dengan istilah “puthu bumbung”. Puthu bumbung memiliki makna kue isi (gula jawa) yang dibuat dengan buluh. Ada juga sumber lain yang mengatakan istilah puthu dalam Bahasa Indonesia diambil dari singkatan “Pencari Uang Tenaga Uap” yang mirip dengan proses pembuatan kue puthu yang memang dengan cara di kukus.
Kudapan yang berbahan dasa tepung beras dan berbagai variasi bahan olahan lainnya tersebut di Nusantara banyak mendapatkan varian nama dan istilah,
- Puthu Bumbung khas Bojonegoro
- Puthu Mayang khas Makassar
- Puthu Ayu Khas Jawa
- Puthu Lanang khas Malang
- Puthu Pisang khas Bandung
- Puthu Pesse khas Sulawesi Selatan
- Puthu Kambang khas Sumatera Barat
- Kue Lampet khas Siamlungun – Batak
- Puthu Piring Miranti khas Kepulauan Miranti
- Puthu Labu khas Kalimantan Timur
- Puthu Rono khas Sulawesi Tengah
- Puthu Sokok khas Kalimantan Timur
- Puthu Mayang khas Banten
- Puthu Lembata khas Nusa Tenggara Timur
- Puthu Cangkir khas Makassar
Dari sekian varian, bahan kue puthu adalah tepung beras atau tepung singkong sesuai dengan kearifan lokal masyarakat wilayah masing-masing, namun ada persamaan yang lain adalah cita rasa manis – gurih yang menandai kekhasan kue puthu tersebut.
Baru-baru ini, kue puthu berhasil masuk daftar 50 kue terenak di dunia versi Taste Atlas. Taste Atlas sendiri merupakan situs wisata dan kuliner yang mengulas seputar makanan tradisional, resep lokal, hingga restoran autentik di dunia. Situs asal Kroasia ini juga memasukkan banyak konten seputar kuliner Indonesia. Terlihat kue puthu berada di posisi 45 dari 50 kue terenak di dunia. Poin yang didapat 4,21. Kue puthu berhasil mengalahkan kue Kasutera dari Jepang hingga St. Honoré Cake dari Prancis. Dalam situs Taste Atlas, kue puthu juga masuk dalam daftar 100 Most Popular Indonesian Dishes, 100 Most Popular Cakes in the World, 10 Most Popular Traditional Cake Recipes, hingga 10 Most Popular Cakes With Nuts. Hebat bukan jajanan tradisional kita.
Penulis : Ampri Bayu Saputro S.Sn