Art and Culturekayutangan talks

Namsun, rumah ikonik lintas jaman

Menengok bangunan unik di sisi barat Kayutangan Heritage tepatnya di mulut gang 4 jalan Basuki Rahmat Malang seperti melihat masa lalu. Bagaimana tidak, bentuk bangunan yang bercorak arsitektur art deco tersebut nampak menonjol dibanding bangunan sekitarnya. Tentu saja menarik untuk mengetahui perjalanan sejarah atas rumah ini.

Secara umum koridor kayutangan Malang mempunyai sejarah panjang yang menarik untuk diketahui. Salah satunya adalah membahas cerita Rumah Namsun. Bertempat di ruang serbaguna rumah Namsun jalan kayutangan nomer 31 pada Rabu 29 Juni 2022 diadakan diskusi kecil yang cukup memberikan narasi bagi masyarakat malang yang peduli akan sejarah kotanya. Bersama Irawan Prajitno pemandu Wisata Sejarah, Agung Buana mantan Sekretaris TACB Kota Malang 2016-2020, dan tentu sang pewaris rumah Namsun yaitu Yehezkiel Jefferson Halim. Diskusi bertajuk Kajoetangan Poenja Tjerita #2 Rumah Namsum dalam lintasan jaman terkuak beberapa hal yang menarik.

Rumah Namsun ini dapat dijadikan sarana pembelajaran bergeraknya waktu atas perubahan fungsi kawasan di area kayutangan. Seperti diketahui bahwa sebelum 1917 kawasan Kayutangan merupakan wilayah hunian yang tiap persilnya memiliki lahan pekarangan yang cukup lebar. Rata-rata memiliki luasan 500 hingga 1000 m2. Seperti halnya rumah namsun ini awalnya dibangun hanya satu lantai saja dengan lebar sekitar 10 meter dan panjang 25 meter, hingga pada tahun 1920 bangunan rumah Namsun ini dibangun dengan 2 lantai. Lantai dasar digunakan sebagai tempat usaha dan lantai atas dipergunakan sebagai rumah hunian. Ya seperti rumah toko di jaman sekarang ini.

Pemilik awal dari rumah ini adalah seorang bule berkebangsaan Belanda yang berasal dari Rotterdam. Namanya adalah Louis Cornelis Verhey, beliau berdagang kendaraan bermotor roda dua dengan merk Harley Davidson, Indian, Douglas dan FN (motor belgia, sekarang produsen senjata ringan). Bisa dibayangkan saat itu pada tahun 1920 pertokoan kayutangan di penuhi oleh para pedagangan kebangsaan Eropa seperti Belanda, Jerman, Belgia dan daerah lainnya serta beberapa pedagang asing berasal dari Asia yaitu Tiongkok. Verhey menempati rumah ini mulai 1924 hingga tahun 1928.

Selanjutnya mulai tahun 1928 hingga 1932 rumah ini dimiliki oleh warga jerman yang berdagang alat musik berupa piano merek Ibach. namanya adalah Wolter William Ravenschlag. Sebagai toko yang menjual piano, alat musik yang berkelas dan berharga mahal bisa dibayangkan kemewahan dan keberadaan toko ini di kayutangan.

Hingga pada akhirnya resesi dunia melanda di tahun 1930an dimana kawasan kayutangan pun turut terkena dampaknya. Salah satu yang terdampak adalah rumah Namsun yang berganti kepemilikan. Sehingga pada tahun1932-1942 rumah ini dimiliki kembali warga Belanda yang berasal dari Amsterdam bernama Pieter Johan van Doorene. Saat itu dia memiliki studio photo sekaligus berdagang aneka alat photografi. Ada hal yang menarik dan bisa dinikmati hingga sekarang ini yaitu berbagai merek produk Photography seperti Agfa, Kodak dan Fotax terpasang secara embose di dinding fasad bangunan nya. Termasuk plank nama pemilik bangunan ini J.V Doorene terpasang sebagai plakat marmer yang dipasang di dinding luar sisi sebelah selatan.

Pada masa pendudukan Jepang di Malang, pemilik rumah ini sempat ditahan dalam interniran yang berada di kawasan rumah jalan pulau-pulau atau di kawasan Bouwplan IV. Hingga pada akhirnya beliau dibawa ke Cimahi untuk menjalani Romusha hingga wafat dan dimakamkan di Kierkof Cimahi Bandung seareal dengan makam Arsitek tata kota Malang Thomas Herman Karsten .

Catatan kecil selama pendudukan Jepang di Malang, tahun 1942-1945 rumah namsun ini berubah menjadi toko bernama Tjwan” An. Diduga toko ini menjual aneka groceries alias toko palen untukkebutuhan tentara Dai Nippon dan dikelola oleh seseorang yang berasal dari tiongkok. Selanjutnya pada tahun 1946-1947 rumah toko ini berfungsi sebagai Badan Pembagian Makanan rakyat Kota Malang dan tahun 1948 menjadi Toko Pacifik yang menjual onderdil mobil beserta asesoriesnya. Dan pada saat itu nomer telp untuk bangunan kayoetangan nomer 31 ini adalah 233.

Hingga periode tahun 1950an belum diketahui data lainya. Tetapi pada awal tahun 1960an ruko ini menjadi tempat Usaha bernama Kongsie Dagang Shanghai yang dimiliki Hoo Tjoe Soey. Berfungi sebagai usaha dagang import yang mendatangkan berbagai barang produksi Shanghai Tiongkok.

Hingga pada sekitar tahun 1965 an atau pasca peristiwa G30S hingga tahun 1970 an, rumah toko ini dipergunakan sebagai tempat usaha penjualan mesin jahit dan dan produksi es lilin “cumcum” yang dimiliki oleh Namsin. Pada saat yang sama di Surabaya juga ada toko bernama Namsin yang menjual makanan minuman seperti restoran. Sejak dimiliki oleh Namsin ini rumah tersebut dikenal oleh masyarakat sebagai rumah Namsin. Pada tahun 1970an hingga sekarang, kepemilikan atas rumah tersebut dimiliki oleh Siho Ismanto / Suyono yang dipergunakan dan difungsikan sebagai rumah pribadi. Bersamaan dengan mulainya kawasan kayutangan maka rumah ini menjadi kedai makanan dengan sebeutan Warung Namsun. Namsun sendiri berarti kesempatan baru, sebuah doa dan harapan untuk kemajuan usaha keluarga tempat makan minum kayutangan.

Sungguh suatu perjalanan sejarah atas sebuah rumah yang ikonik di kayutangan malang yang patut kita ketahui sebagai warga kota Malang. Dalam akhir diskusi juga disampaikan bahwa kedepan akan dilaksanakan diskusi serial Kajoetangan Poenja Tjerita. Sehingga perlu untuk diikuti lagi diskusi narasi kayutangan.


Selama masa bersiap atau di jaman agresi militer 1 tahun 1947 dan agresi militer ke-2 tahun 1949, rumah namsun sempat menjadi tempat pusat logistik bahan makanan bagi rakyat. Hingga selanjutnya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?