Art and Cultureperformance

Mberot dan Problematikanya, Catatan Ardiansa

Kesenian adalah salah satu isi dari kebudayaan dan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan sara keindahan dari dalam jiwa manusia. Kesenian merupakan cerminan dari sutau bentuk peradaban yang berkembang sesuai keinginan dan cita-cita yang berpedoman kepada nilai-nilai yang berlaku. Di Indonesia sendiri banyak sekali ragam kesenian, hampir dari semua provinsi memiliki kesenian masing-masing. Contohnya kesenian yang ada di wilayah Kabupaten Malang, Provinsi Jawa timur yaitu “Bantengan”.

Kesenian bantengan merupakan seni pertunjukan budaya tradisi yang menggabungkan unsur sendratari, olah kanuragan, musik, dan syair/mantra yang sangat kental dengan unsur magis. Pertunjukan yang paling ditunggu saat masuk tahap trans dimana pemegang kepala banteng dirasuki oleh arwah leluhur banteng.  Kesenian tradisional bantengan telah lahir sejak jaman kerajaan Singasari (situs Candi Jago – Tumpang Malang). Sangat erat kaitannya dengan Pencak Silat (By ditwdb 2019 dalam kebudayaan.kemendikbud.go.id)

Pada sekarang kesenian ini mengalami sedikit perubahan dimana di kenal dengan istilah “Mberot”. Istilah ini merujuk pada kondisi kepala banteng yang marah, berontak, atau mengamuk pada saat trans atau kerasukan roh. Mberot menjadi fenomena yang sangat viral di daerah Malang, Khususnya Kabupaten Malang. Tidak membutuhkan waktu lama untuk menyebarnya kesenian ini dimulai pada tahun 2023 pada bulan Februari. Dilansir dari (Radar Malang) saat ini kelompok bantengan yang memiliki legalitas ada sekitar 980 kelompok bantengan di Kabupaten Malang, 85 kelompok di Kota Batu, dan 243 di Kota Malang.

Sejak itu kesenian ini mulai dikenal oleh masyarakat luas mulai dari orang dewasa,remaja bahkan sampai anak kecil pun sangat gemar dengan kesenian ini. Seiring berjalanya waktu dan semakin maraknya kesenian ini.

Hal ini menyebabkan adanya pro kontra antara masyarakat karena ada sisi positif dan juga negatifnya. Melalui tarian yang dilakukan dengan kostum menyerupai banteng. Kesenian ini mengajarkan tentang kebersamaan, kekuatan tim dan kesetiaan.

Dalam kesenian Bantengan Mberot, tidak ada yang namanya peran individu yang mencolok. Setiap penari saling melengkapi, menunjukkan bahwa dalam mencapai tujuan bersama, kekuatan tim jauh lebih besar dari pada individu.

Mengenalkan kesenian tradisional seperti Bantengan Mberot kepada siswa juga membantu mereka untuk menghormati dan memahami keberagaman budaya. Dengan mengenal dan mengapresiasi seni dan budaya lokal, masyarakat akan lebih memahami identitas budaya mereka sendiri serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Dalam proses mempelajari dan mempersiapkan pertunjukan Bantengan Mberot, siswa dan masyarakat juga akan belajar keterampilan sosial seperti komunikasi efektif, kepemimpinan, dan keterampilan mengatasi konflik. Selain itu, mereka juga akan belajar tentang kemandirian, ketekunan, dan disiplin dalam berlatih untuk pertunjukan. (dikutip dari Jurnal Post)

Terlepas dari sisi positif, mberot juga menyebabkan dampak negatif bagi masyarakat. Yang paling signifikan dampak kepada remaja, pertunjukan mberot menjadi ladang konflik untuk para remaja, seperti remaja antar remaja, remaja dengan pelaku seni. Banyak hal yang mendorong konflik ini terjadi, seperti pelaku mberot yang kesurupan dan mengamuk kepenonton, adanya penggunan minuman keras yang menyebabkan gampangnya terprovokasi.

Beberapa kasus konflik yang sudah terjadi antara lain (a) Pembacokan saat acara bantengan di desa Talok, Kecamatan Turen pada (10/12/2023). (Dikutip dari okezone news). (b) Kericuhan di pertunjukan bantengan Kecamatan Singasari pada (11/09/2024) yang mana 3 penonton menjadi korban. (Dikutip dari Radar Malang). (c) Tragedi berdarah dua kelompok saling serang  pada pertunjukan Mberot di Desa Ngambel, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang pada (30/04/2024). (Dikutip dari Malang.suara.com)  

Sangat disayangkan sekali kesenian yang seharusnya menjadi tempat melestarikan budaya dan media hiburan masyarakat. Namun malah menjadi ladang konflik yang merugikan dan merusak esensi dari nilai filosofi yang terkandung dalam bantengan itu sendiri. Hal ini menjadi perhatian khusus dan secepatnya harus dilakukan upaya penyesuaian. Entah dari Pemerintah untuk membuatkan perda terkait dengan kesenian mberot maupun peraturan dari desa untuk mengatur agar dapat memperkecil potensi konflik.

mahasiswa Prodi PPKn Universitas PGRI Kanjuruhan Malang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?