Kenang Pertempuran Jalan Salak, komunitas MOP gelar Ziarah TRIP hingga Walking Tour
Sabtu pagi 16 Juli 2022 bertempat di halaman Museum Brawijaya Malang telah berkumpul sekelompok penikmat dan pemerhati sejarah kota Malang. Berbakai latar belakang dan beragamnya usia peserta turut dalam kegiatan ini. Mulai dari pengusaha, mahasiwa, pelajar, dosen/guru, keluarga, penulis blog, sketcher hingga penikmat aktivitas jalan pagi berbaur dengan akrab. Dengan antusias mereka berkumpul untuk mengikuti kegiatan walking tour yang diselenggarakan oleh komunitas Malang Old Photo (MOP).
Acara ini kali ini dilaksanakan MPO untuk yang kali ke-9, mengambil tema yang sesuai dengan peristiwa pada bulan Juli tahun 1947 yaitu pertempuran Jalan Salak. Aktifitas ini dilaksanakan dengan walking tour yakni berjalan bersama-sama menikmati rute yang telah disiapkan. Beberapa spot pemberhentian diisi dengan membandingkan dan menceritakan kembali photo jadul pada lokasi yang sama saat ini dengan masa lalu. Titik kumpulnya adalah Museum Brawijaya lalu mengambil rute sebagai berikut koridor Idjen, Gereja Idjen, Taman Makam Pahlawan TRIP, Rumah Jalan Dempo nomer 2, Sekolah Dempo, koridor jalan Tanggamus kemudian melewati jalan Retawu dan kembali ke Museum Brawijaya. Sesi walking tour kali ini diselanggarakan 2 hari pada sabtu 16 Juli 2022 dan hari Minggu 17 Juli 2022 dengan rute yang sama.
Komunitas ini rutin menyelenggarakan aktivitas yang sarat pengetahuan sejarah bagi kota Malang. Mulai dengan menelusuri jejak Bouwplan 1 hingga peristiwa gugurnya Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP). Tim Malang Old Photo yang turut mengawal kegiatan walking tour Pertempuran jalan Salak (kini jalan Pahlawan TRIP) (16/07/22) kemarin adalah Yehezkiel Jefferson, Magfirotul Laily, Eko Serpihan berkarat, Arief DKS, Dwi Malang Heritage, Al Ghazali, Irawan Prayitno, dan Agung Buana.
Diawali dengan briefing singkat dan berdoa bersama oleh Mafi, kegiatan jalan-jalan dimulai. Peserta mulai antusias saat pemandu wisata Irawan Prayitno memulai aksi menceritakan kembali beberapa hal yang jarang mereka ketahui sebelumnya. Seperti bagaimana peristiwa gugurnya 35 anggota TRIP pada tanggal 31 Juli 1947 di pertigaan Idjen Boulevard hingga jalan Salak yang kini berubah menjadi jalan Pahlawan TRIP. Aktifitas membawa rombongan kurang lebih 50an peserta ini bukan pekerjaan yang mudah. Terlihat Eko dan Yehezkiel sibuk mengatur rombongan agar tidak lepas dari rombongan. Belum lagi Al Gazali yang sibuk dengan kameranya untuk mengabadikan kegiatan tersebut.
Adalah sebuah kesempatan berharga bisa mengunjungi Taman Makam Pahlawan TRIP yang berada di tepi jalan TRIP tepatnya di sebelah barat Rumah sakit Husada Bunda. Tentunya hal ini merupakan sebuah pengalaman tersendiiri bagi pesertakali ini. Bagaimana tidak, selama ini mereka melalui jalan Pahlawan TRIP dengan namun tidak banyak yang mengenal dan mengetahui peristiwa yang terjadi dikekitar lokasi tersebiu pada tahun 1947. Memang tidak banyak pelajaran di sekolah yang mengulas sejarah lokal ini. Namun dengan walking tour semacam ini akan lebih mudah menyampaikan sejarah masa lalu dalam suasana yang ringan, sehat dan cair namun tetap sarat makna.
Setiba di komplek TMP Pahlawan TRIP, peserta disambut oleh beberapa prajurit TNI anggota Garnisun Malang dan 3 orang pewaris TRIP dari G2 hingga G4. Kemudian peserta dibariskan dan berjajar dengan rapi. Ada sekitar 4 banjar barisan. Dimana semua peserta menghadap ke timur ke arah Pusara Makam Pahlawan TRIP dan deretan 35 nama tentara TRIP yang gugur pada 31 juli 1947.
Sesuai dengan SOP masuk ke TMP, dan atas arahan anggota Garnisun Malang maka dilakukan upacara kecil. Dipimpin oleh Agung Buana, dilakukan penghormatan dan prosesi hening cipta untuk jasad Pahlawan TRIP yang gugur dalam peristiwa pertempuran jalan Salak. Setelah prosesi itu, Retno Generasi 2 (G2) TRIP yang berpakaian serba hitam seragam TRIP menyampaikan ucapan terima kasih kepada peserta ziarah dan komunitas MOP. Dia juga berikan harapannya bagi generasi penerus untuk terus menghargai jasa para pahlawan yang telah gugur mempertahankan kemerdekaan. Gugurnya pahlawan TRIP ini membuktikan bahwa semangat mempertahankan bumi pertiwi telah membanjiri semangat para pelajar berusia muda untuk berjuang dengan pena dan senjata.
Selanjutnya perjalanan walking tour diarahkan menuju ke rumah Bapak Drs. Hilal Suheru, SmHK dan setelahnya rombongan menuju komplek Sekolah Katolik Albertus yang dikenal dengan Sekolah Dempo. Ada yang menarik dari rumah Pak Hilal yaitu Rumah yang terletak di jalan Dempo nomer 2 ini di desain dan dibangun pada tahun 1941 oleh arsitek kenamaan saat itu yaitu Karel Bos. Banyak cerita yang diperoleh dari Pak Hilal seorang saksi sejarah perkembangan pendidikan di Kota Malang kelahiran Kudus pada tahun 1929. Mulai dari perjuangan Hisbullah di Malang, lokasi Jinja Malang hingga perubahan sistem pendidikan sekolah menengah di Malang.
Perjalanan walking tour semakin menarik ketika memasuki koridor jalan Tanggamus. Peserta disuguhi pemandangan indah khas Eropa yakni dengan deretan pohon dan rumah cantik dengan arsitektur jaman jadul. Semangat untuk menikmati perjalanan ini bertambah menyegarkan ketika rombongan mampir ke sebuah rumah di jalan Tanggamus. Rumah bernomer 11 tersebutmenyediakan aneka Es jadul dengan merek Wilis super ice cream. Setelah menikmati ice cream jadul yang harganya kisaran 15K – 30K, peserta menuju titik terakhir yaitu Museum Brawijaya. Namun sebelum nya sempat juga melewati rumah jadul yang terletak pertigaan dijalan Retawu dan jalan Rinjani. Bangunan di cat merah ini sekarang dipergunakan untuk menjual berbagai jajanan. Salah satu nya adalah Ramen, Bakery dan Retawu Deli.
Tibalah pada titik terakhir yaitu titik awal walking tour yaitu Museum Brawijaya. Dengan disambut oleh bapak Hasan Pemandu wisata museum, rombongan diperkenal dengan koleksi andalan yaitu Gerbong Maut. Benda yang termasuk cagar budaya ini masuk koleksi Museum Brawijaya. Gerbong ini berada di halaman dalam tengah museum bersama sebuah perahu. Gerbong maut ini adalah salah satu dari 3 gerbong kereta api yang dipergunakan oleh tentara Belanda untuk membawa tahanan. Alat transportasi kereta barang ini digunakan untuk memindahkan tahanan yang terdiri dari para pejuang, pejabat, ulama, hingga rakyat. Puluhan orang yang berada dalam gerbong akhirnya gugur dalam gerbong barang tertutup. Pemindahan tahanan itu berangkat dari stasiun Bondowoso menuju Surabaya. Dimana gerbong kereta barang yang dipergunakan yaitu atapnya terbuat dari plat besi dan tidak berventilasi sehingga memakan banyak korban jiwa.
Penjelasan pak Hasan ini ternyata menjadi akhir dari walking tour MOP kali ini. Terlihat wajah para peserta sangat puas dan terlihat masih ingin berlama-lama di lokasi Museum Brawijaya. Belum lagi panitia ternyata menyediakan makan siang berupa nasi kuning. Lengkap sudah perjalanan walking tour heritage yang diselenggarakan oleh Malang Old photo. Ternyata belajar sejarah akan lebih mudah apabila disampaikan dengan cara berbeda yakni di lokasi terjadinya sebuah peristiwa dimasa lalu. (Masiyo)