eventsLifestyle

Kampung Temenggungan, the Hidden Heritage of Malang

Keberadaan kampung ini memang tidak banyak lagi yang mengetahui, apalagi bagi pendatang baru. Semenjak secara resmi menggunakan nama Kelurahan Sukoharjo, seolah nama Temenggungan Kota Malang semakin terkikis. Banyak masyarakat yang lebih paham dengan nama Temenggungan di Banyuwangi atau Temenggungan Magetan. The Hidden heritage yang menjadi perbincangan belakangan ini adalah kampung Temenggungan yang berada di Kota Malang. Pasalnya potensi kampung Temenggungan menjadi obyek warisan budaya yang perlu untuk dieksplorasi. Bukan hanya warisan budaya benda (tangible) namun juga warisan budaya tak benda (intangible) yang melimpah di kampung tersebut.

Sebelumnya secara intensif berbagai diskusi yang dilakukan di Temenggungan oleh Sunarsun (Ketua BKM), Antoni (Amun 62) dan Agung H Buana (pemerhati pariwisata seni budaya) pada 21 Januari 2024 silam. Diskusi tersebut bertajuk Temenggoengan Zaman Lawas yang dilaksanakan di rumah Mason 52 jalan Aris Munandar yang diikuti puluhan orang. Dalam kegiatan tersebut disepakati beberapa hal yang berpotensi menjadikan Temenggungan sebagai kampung wisata heritage. Sebelumnya, beberapa komunitas seperti Malang Old Photo, History Fun Walk hingga Oom Ir Jalan-jalan melihat potensi yang sama dan melakukan blusukan (walk heritage).

Wayan Suyadnya

Hal ini pulalah yang akhirnya mendorong I Wayan Suyadnya, SP,M.Sos untuk bersama-sama komunitas dan stakeholder lainnya mengembangkan Kampung Temenggungan. Sebagai akademisi yang peduli pada keberadaan sosial budaya kampung, dia didukung dengan program Pengabdian Masyarakat pada departemen Sosiologi Fisip UB. Sehingga pada 1 Juni 2024 dilaksanakan Sosialisasi dan Workshop Pelibatan Pemuda dalam pencatatan warisan Budaya yang diselenggarakan di kantor kelurahan Sukoharjo Klojen Malang. Sesuai dengan tri dharma perguruan tinggi, bahwa selain mengajar dan meneliti ada kewajiban pengabdian masyarakat bagi akademisi. Sehingga dengan melihat potensi kampung Temenggungan ini Wayan Suyadnya mencoba untuk mengabdikan dirinya pada program pengabdian masyarakat.

Bersama mahasiswa Sosiologi dan perwakilan pemuda dan tokoh masyarakat Temenggungan, workshop dilaksanakan menampilkan 3 orang narasumber yaitu I Wayan Suyadnya, Faidhal Rahman dan Agung Harjaya Buana. Kegiatan ini sendiri diawali pembukaan oleh ketua BKM Sukoharjo Sunarsun dengan harapan bahwa kampung yang sudah mendapatkan fasilitasi Bank Dunia melalui program KOTAKU ini dapat berkembang lebih jauh lagi. Beberapa masyarakat menyiratkan adanya kampung wisata hadir di kampung Temenggungan.

Salah seorang narasumber, Agung harjaya buana yang mengawali proses workshop, dengan melakukan identifikasi potensi berbasis pada Undang-undang nomor 11 tahun 2010 dan Undang-undang nomoer 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Pola identifikasinya dititikberatkan pada pengenalan warga kampung atas wilayahnya dengan membuat peta dan agendanya. Selanjutnya Faidlal Rahman memberikan pemahaman wawasan kepariwisataan termasuk Sapta pesonanya. Dan diakhiri oleh Wayan Suyadnya dengan materi pengisian borang atas potensi dan pencatatan warisan budaya di kampung Temenggungan.

Disela-sela pembukaan workshop, Sunarsun ketua BKM menyatakan bahwa masyarakat Temenggungan sebenarnya sudah lama mendambakan perubahan kampungnya. “Sejak 2019 warga menantikan adanya perubahan pada ekonomi masyarakat, terlebih pasca program KOTAKU.”ujarnya. Sementara itu salah satu tokoh masyarakat temenggungan, Wawan menyampaikan perlunya penanaman kembali pohon perindang penghijauan kampung temenggungan. “Pohon-pohon perindang seperti pohon Asam dan Kenari yang rindang menjadi korban pelebaran jalan, mohon bisa ditanam kembali,” harapnya. Selanjutnya Fauziah salah seorang pegiat kaum perempuan juga menyampaikan harapannya agar kampung menjadi lebih ramai lagi. “Temenggungan itu berada diantara kampung Warna WArni dan kampung Kayutangan, maka mestinya ada keramaian yang bisa meningkatkan pendapatan kami,” ujarnya.

Antoni Amun 62

Antoni pemiliki bangunan jalan Aris Munandar 62 menyatakan bahwa kedepan dia mengharapkan adanya festival di Temenggungan. “Seperti halnya di Jakarta ada festival jalan jaksa, di bandung ada festival Braga maka di temenggungan harus ada festival sejenis.” katanya bersemangat. Baginya jalan Aris Munandar adalah ikon baru kota Malang yang layak untuk dikembangkan. Seperti diketahui di daerah temenggungan masih banyak bangunan kolonial dan situs. Sebut saja makam Mbah Tumenggung, Rumah Mason 52, Gedung ANIEM, rumah 1913, Rumah Amun 60-62 dan masih banyak lagi. Saat ini juga mulai menjamur pendukung wista seperti kopi lonceng dan sejenisnya. (djaja)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?