Wiliam A.J Vroegop, Pelacak Sejarah dari Benda kuno
Kecintaannya pada sejarah telah membawa William A.J Vroegop keliling dunia, untuk sekedar membuktikan keberadaan dan kebenaran atas sejarah peradaban. Sebagai orang Belanda, William Arie Johannes Vroegop mengenal sejarah kebesaran negaranya melalui bacaan dan literature. Sejak tahun 1969, William tinggal di Indonesia untuk melacak kebenaran sejarah melalui benda-benda kuno yang dia koleksi. Saat ini dia memiliki lebih dari 7 (tujuh) lemari dokumen kuno yang banyak menceritakan sebuah kebenaran di masa lalu.
Pria kelahiran 1949 di North Voorburg, ini mempunyai banyak relasi dan pertemanan dengan tokoh-tokoh seperti Hoegeng (mantan Kapolri tahun 1968-1971), Suryadharma (mantan KASAU) serta Ali Sadikin yang biasa dipanggil Bang Ali (Gubernur DKI tahun 1966-1977). Dia juga pernah ketemu mantan Presiden Soekarno yang saat itu sedang dalam tahanan rumah.
Pada usia belia sekitar umur 18 tahun, dia menjejakan kakinya di bumi nusantara ini. Kedatangannya ke Indonesia saat itu untuk mengikuti lelang perangko bersama teman-teman pecinta filateli. Pameran perangko dan lelang tersebut diselenggarakan oleh Persatuan Filateli Indonesia. Sehingga pada suatu kesempatan pada lelang terbsut dia bertemu seorang Jendral Polisi yang bernama Hoegeng. Dari pertemuan inilah membuka kesempatan William untuk lebih jauh mencari jejak sejarah. Dia yang pernah mengenyam pendidikan Jurusan International trading di Middelbare Handelsavondschool dan Jurusan Sales Marketing di Hogere Hotelschool Den Haag merasakan betul arti sebuah pertemanan atau relasi bisnis.
Kegiatan mengumpulkan perangko dimulai dari upaya ayahnya mengenalkan dunia filateli pada William kecil sejak usia 6 tahun. Namun baru pada usia 10 tahun, dia secara serius memperhatikan dan menikmati usaha filateli ini. Hampir tiga perempat hidupnya digunakan untuk berburu perangko. Hingga pada akhirnya dia mendapatkan perangko langka keluaran Hindia Belanda tahun 1830an. Serta koleksi perangko seri Wilhemina tahun 1874 yang juga langka. Seperti diketahui perangko pertama dibuat tahun 1790 dengan hanya menggunakan cap. Pada periode inilah dia menyadari betul bahwa sejarah Nusantara tidak terpisahkan pada benda-benda yang sekarang menjadi sangat langka.
Dalam dunia kepariwisataan dia sangat mencintai pulau Madura. Sehingga dia menjadi Tourism-Consultant for Madura-Island di Lembaga Kotakota Suvono. Beberapa kali rombongan turis dari Belanda menyempatkan untuk mengeksplore madura yang penuh dengan narasi sejarah dan masa lalu. Selain itu dia merupakan Chairman & CEO di Stichting Wijkband Sukun Voorburg Noord serta pernah menjadi Director of Sales & Marketing di Bali Tropic Resort & Spa. Pendidikan dan pekerjaan di bidang tourism ini yang juga membawanya ke Malang, hingga beristrikan orang Indonesia. Sempat pula dia bekerja sebagai Chief of Naval Operations di Singapore Tourist Promotion Board.
William Vroegop juga pernah bekerja sebagai Teacher di China International Travel Service. Maka Pim, panggilan akrab William ini merasakan bahwa aktifitasnya di negeri kincir angin tersebut belum sebanding dengan keinginannya untuk keliling dunia. Dimulai dengan mengkoleksi perangko dan piringan hitam selannjutnya dia menyimpan dokumen-dokumen penting yang terbit pada masa lalu. Berbagai barang antik seperti lukisan, benda-benda kecil yang unik menghiasi rumahnya. Terlebih dengan adanya dokumen, peta hingga surat-surat dari masa lalu memenuhi 7 buah lemari di rumahnya. “Saya ingin koleksi ini menjadi tambahan pengetahuan bagi generasi mendatang,” ujar William, ayah dari 5 orang anak yang salah satu anaknya hasil perkawinan dengan warga Indonesia.
Dalam suatu kesempatan Budi Fathony dan Agung H Buana sempat mengunjungi rumahnya didaerah Langsep Sukun Malang. Betapa banyak koleksi dokumen yang dimiliki Pim ini. Rasanya memberikan gambaran lain bahwa banyak peristiwa sejarah ternyata tersimpan di rumahnya tersebut. William sangat bangga atas koleksinya apalagi beberapa koleksi didapatkan dengan tidak mudah. “Perlu dilakukan upaya untuk penyelamatan dan publikasi atas koleksi ini,”ujar Budi yang juga ahli cagar budaya kota Malang. Sementara itu Agung H Buana yang juga ahli cagar budaya menyampaikan kekaguman pada Pim yang telah mengkoleksi serpihan sejarah sejak tahun 1969. “Banyak dokumen yang bercerita tentang kota malang dan ini perlu disampaikan ke masyarakat melalui pameran arsip atau sejenisnya,” kata Agung, bapak 2 anak ini. Koleksinya berupa perangko, surat-surat, peta, dokumen kepemilikan, piringan hitam, buku-buku terbitan hindia belanda dan lainnya perlu untuk dialihmediakan melalui dokumen digital.
Sebagai bagian dari masyarakat sosial, Wiliam yang saat ini berusia 79 tahun juga punya tanggung jawab sosial sehingga mendirikan yayasan Suvono yang bergerak diperlindungan dan kesejahteraan anak. Hingga saat ini ada sekitar 120 anak yang menjadi tanggungjawabnya. Terkait yayasan tersebut dapat diakses melalui www.suvono.nl dan www.suvono.com. (aboe)