Ken Dedes, ibu raja-raja Jawa
Ken Dedes, sebagai wujud personifikasi seorang perempuan sangat layak untuk dipertimbangkan dan dijadikan “ikon perempuan humanis” dan sekaligus “ikon budaya” Kota Malang, atau lebih luas lagi bagi kawasan Malang Raya hingga Indonesia. Kepribadiannya yang menawan, yakni cerminan sosok: (1) wanita utama, (2) wanita cantik luar-dalam, (3) wanita dengan perilaku tercerahkan, (4) wanita berilmu, (5) wanita berpotensi besar, tepat kiranya dijadikan teladan oleh warga Malang maupun warga daerah lain.
Ken Dedes beserta latar sejarahnya, arca perwujudannya, makna simbolik yang dikandungnya dan pesan yang dapat ditransformasikan sebagai Ikon perempuan yang berasal dari Malang. Wujudnya figuratif dan pesan yang terkadung dalam kepribadiannya demikian humanis. Ken Dedes juga telah dikenal luas. Bukan saja oleh masyarakat Malang Raya, namun juga oleh warga Indonesia, dan bahkan oleh sebagian warga negara manca.
Arca perwujudan (de potrait beelden) Ken Dedes yang berbentuk Dewi Ilmu Pengetahuan Tertinggi (Prajnaparamita) relevan dengan predikat Kota Malang sebagai “Kota Pelajar” atau “Kota Pendidikan”. Terkait dengan keterdidikan Ken Dedes, susastra Pararaton menggambarkannya sebagai seseorang yang mendapat karma amamadangi, yakni perilaku yang tercerahkan lantaran matang dalam ilmu. Hal itu bisa dimengerti, mengingat bahwa ayahnya (Pu Purwa) adalah seo-rang rokhaniawan Mahayana Buddhisme (bhujangga budhastapaka) di Mandala Buddhis Panawijyan (kini “Polowijen”, sebuah kelurahan di Kec. Blimbing).
Penggambarannya dalam Pararaton sebagai wanita cantik, yang kecantikannya diibaratkkan mampu mengalahkan keindahan hyang sasada-ra (rembulan) sesuai dengan predikat “Kota Indah”. Ken Dedes bukan saja cantik secara ragawi (wadag), namun juga elok kepribadinnya (innter beauty). Oleh karenanya cukup alasan untuk mendapat sebutan “stri nareswari (wanita utama)”.
Unsur bunga, tepatnya teratai merah merekah (padma), pada arca perwujudannya hadir dalam bentuk singhasana (asana) serta menjadi salah sebuah atributnya, padamana pustaka ditumpangkan di atasnya. Diantara beragam bunga yang tumbuh dan berkembang di Kota Malang, teratai sebagai simbol kesucian dan kebersihan, hadir sebagai bungai yang khas di daerah ini. Oleh karenanya, predikat Kota Malang “Kota Bunga” relavan juga dengan wujud ikonik Ken Dedes. Ken Dedes adalah bunga, yakni “bunga desa” Panawijen yang oleh Pararaton di-lukiskan sebagai sangat masyur di kawasan timur Gunung Kawi hingga Tumapel.
Unsur nama “Dedes” secara harafiah berarti musang (luwak), yakni bina tang yang mampu menyebarkan aroma harum. Unsur nama “harum (dedes)” ini diberikan kepada Ken Dedes sebagai parameswari dari pendiri atau cikal bakal (vamsakreta) Singhasari, yakni Ken Angrok. Bukan semata harum bau tubuhnya, namun harum pula namanya. Kita sesungguhnya tak mengetahui siapa nama diri (gabhopatinama)nya. Yang kita tahu hanyalah julukannya, yakni “wanita harum (Ken Dedes)”. Bahkan, harum hingga dua periode, yakni pada periode Singhasari maupun Majapahit. Hal itu sangat wajar. Selain sebagai orang terkemuka, yang diindikatori honorifix prefix “ken” – kependekan rakryan, Dedes sekaligus adalah ibu dari sekalian raja. Seakan Dedes adalah “si rahim emas (golden germ)”, dalam arti siapapun yang terlahir darinya, terlepas siapa ayahnya, bakal menjadi raja.

Secara ganeologis Ken Dedes bukan hanya menurunkan raja-raja Tumapel (Singhasari), namun sekaligus para raja di kemaharajaan Majapahit. Oleh karena itu, cukuplah alasan bila Dedes dinyatakan sebagai “ibu sekalian para raja”. Posisi ganeologinya yang demikian seperti diramalkan oleh Dang Hyang Lohgawe dan bobotoh (penjudi) Bango Samparan, ketika diminta Angrok untuk memaknai pe-tanda khusus yang dimiliknya, yakni “murup rahsya¬ (bersinar kemaluan, wawadi, vulva)”-nya. Menurut keduanya, wanita dengan pertanda demikian memiliki po-tensi kebesaran. Siapapun yang menikahinya, kelak dia dan sanak keturunannya menjadi orang/raja besar. Vulva bersinar (prabharahsya) itu adalah waranugraha dewata akan potensi internal kebesarannya.
Paparan simbolik Ken Dedes dalam Pararaton memuat pesan bermakna. Bukan saja bagi warga Masa Hindu-Buddha, namun juga bagi manusia yang hidup pada masa sesudahnya. Nilai-nilai universal yang terkandung dalam diri Ken Dedes seperti keutamaan (nareswari), kecerahan perilaku (karma amamadangi), kecantikan luar-dalam (listu-hayu), keharuman (dedes), keberilmuan (prajnapa-ramita), maupun [potensi] kebesaran (adimutyaning stri) yang dimiliki Ken Dedes bisa ditransformasikan lintas masa, tak terkecuali bagi kehidupan sekarang.
Ken Dedes dengan citra kepribadian sebagaimana itu, bisa dijadikan con-toh teladan, orang model, atau panutan. Bukan saja oleh kaum hawa, namun nilai-nilai universal yang terkandung di dalam kepribadiannya tepat pula dimiliki oleh kaum hawa.
Penulis : Dwi Cahyono (Arkeolog)