Art and Culturehistory

History of Bungkuk Singosari, ajaran Rukuk kyai Khaminudin

Suasana mendung menyelimuti wilayah Singosari dan sekitarnya. Daerah wilayah santri di desa Pagentan, kec. Singosari, kab. Malang mempunyai sejarah unik. Perang Diponegoro atau perang Jawa 1825 – 1830 berakhir setelah ditangkapnya Diponegoro oleh Belanda di Magelang, 28 Maret 1830 tidak menyurutkan pasukan-pasukan setia Diponegoro untuk terus berjuang dengan cara syiar agama Islam di tanah Jawa. Salah satu pasukan Diponegoro yang melakukan syiar agama Islam di wilayah Singosari khususnya yaitu Kyai Khaminudin atau Kyai Aminudin.

Peralihan Hindu – Budha ke Islam di awal era Mataram Islam mulai sedikit demi sedikit merubah pandangan budaya Hindu – Budha di tengah masyarakat Singosari saat itu untuk menganut agama Islam. Di ungkapkan oleh Ustadz Irfai (56) pengurus 40 santri di pondok pesantren Miftahul Falsh di lingkungan Masjid Attohiriyah, Singosari. “Ajaran “bungkuk” atau “rukuk” yang dibawa oleh Kyai Khaminudin mengenalkan ajaran Islam dengan maksud adalah mari kita sholat atau sembayang sebagai mana ajaran Islam,” ujar Ustadz Irfai.

Ciri khas dari pasukan-pasukan Diponegoro adalah menanam tanaman buah pohon Sawo. “Pohon buah Sawo salah satu ciri dari pengikut Diponegoro,” imbuh Ustadz Irfai. Di ungkapkan Ustadz Irfai kehadiran Kyai Khaminudin di wilayah Singosari khususnya di desa Peganten membuat Kyai Thohir yakni murid sekaligus menantu dari Kyai Khaminudin semakin giat mensyiarkan Islam di tanah Jawa. “Dalam menyebarkan ajaran Islam Kyai Khaminudin tidak sendirian dibantu Kyai Thohir yang berasal dari wilayah Bangil murid sekaligus menantu ke – 7 Kyai Khaminudin ikut menyebar luaskan ajaran Islam, tidak hanya di Singosari, akan tetapi di tanah Jawa juga,” ujar Ustadz Irfai. Ustadz Sholeh (72) takmir Masjid Attohiriyah Singosari, mengatakan di dalam Masjid Attohiriyah yang di bangun Kyai Khaminudin era Islam masuk ke Singosari terdapat 4 pilar kayu jati untuk penyangga yang usianya sudah 200 tahun dan sekarang masih kuat kokoh berdiri, dan tidak pernah di rubah dari posisinya saat renovasi masjid tahun 2008. “Didepan Masjid Attohiriyah terdapat tanaman buah duku yang usianya sudah hampir 130 tahun. “Namun buah Duku tidak berbuah banyak sekarang,” pungkas Ustadz Sholeh.

Penulis : Tri Iwan Widhianto, pemerhati sejarah cagar budaya, pendiri komunitas Satus Repes

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

WeCreativez WhatsApp Support
Our customer support team is here to answer your questions. Ask us anything!
👋 Hi, how can I help?